“Kalian berdua ngapain
lagi disini?” tanyaku sinis.
Kedua orang tuaku
terdiam membisu.
“Masih inget rumah?
Masih inget aku?” tanyaku sangat kesal.
“Yo mama minta maaf...”
jawab ibuku. Wanita paruh baya ini telah mengeluarkan air matanya.
“Papa juga minta maaf
Yo...” jawab ayahku.
“Mama papa pikir mudah
gitu dengan minta maaf seenaknya. Kemana aja mama papa hampir sebulan. Sebulan
Rio gak ada habisnya mikirin kemana orang tua Rio. Asal mama papa tau Rio
hampir pingsan dirumah sakit.” jelasku sangat marah.
“Iya Yo itulah papa
mama disini sekarang, kami mau menjelaskan semuanya...” jawab ayahku.
“Mama minta maaf nak,
nggak ada pernah bermaksud untuk ninggalin kamu tanpa jejak. Mama sama papa
udah diskusi tentang masalah kami berdua dan kami udah bikin keputusan...”
Aku terdiam, kutunggu
penjelasan kedua orang tuaku.
“Mama papa memutuskan
untuk bercerai...” ujar ayahku..
Aku terkejut setengah
mati, keputusan macam apa ini.
“Kami udah sepakat
untuk bercerai Yo, karena udah gak ada lagi yang bisa mempertahankan hubungan
mama sama papa...” lanjut ayahku lagi.
“Kenapa? Kenapa ma? Pa?
Kalian udah gak saling cinta? Kalian udah nemu pasangan masing-masing?” tanyaku
tak sabar.
“Maafkan kami nak, kami
tidak pernah terpikir keadaan akan semakin rumit...” jawab ibuku
“Mama papa gak mikir
gimana perasaan Rio kalo kalian berdua cerai? Gimana kehidupan Rio
selanjutnya!”
“Maafin mama Yo...”
jawabnya sambil menangis.
Aku menghela nafas
berkali-kali berusaha untuk menenangkan pikiranku. Aku bingung, sungguh sangat
bingung.
“Mama sudah memutuskan
untuk pindah dari sini Yo...” lanjut ibuku, “Mama akan pindah ke Amerika...”
“Amerika?” tanyaku
sangat kaget.
Ibuku mengangguk.
“Sudah tidak ada harapan lagi mama bertahan disini.”
“Gak ma! Gak bisa gitu!
Mama kenapa harus pindah ke Amerika? Apa suami mama yang baru tinggal disana?
Iya kan!”
Wanita itu hanya
terdiam yang membuatku yakin tebakanku benar sekali.
“Jadi mama bakal
ninggalin Rio!” timpalku
“Maafin mama nak, mama
udah gak sanggup lagi...”
Kami bertiga terdiam...
“Udah sekarang terserah
mama papa mau apa. Rio udah gak peduli!!” aku pun berlari kekamarku sambil
membanting pintu dengan kesal.
***
Ify’s POV
Lagi-lagi kak Rio
mengalami hari yang sangat pahit. Dia telah menceritakan semua kepadaku, betapa
hancurnya hidupnya sekarang, semua sudah berbeda.
It’s
really a bad life... pikirnya.
Kutemani hari-harinya.
Dia berusaha untuk tegar dihadapanku, namun aku tahu dia sangat hancur.
Pikirannya kemana-mana, ayahnya menjelaskan bahwa The Gouvent Hospital
sepenuhnya diserahkan untuknya dan merupakan tanggung jawabnya. Dokter Albert
Haling telah menyatakan perpisahan resmi dirinya dengan seluruh dokter di rumah
sakit ini. Beliau juga akan pindah ke Australia bersama kehidupan barunya.
“Kak Rio...” tegurku
pelan. Aku sangat takut sekali menegurnya, baru kali ini aku merasa takut
seperti ini.
Kak Rio hanya terdiam
dikursi kerjanya. Aku bingung harus berbuat apa, dia telah melewatkan makan
siang bersama.
“Ini aku beli dari
kantin... Kamu makan ya kak...” tawarku.
Masih tidak ada respon.
Akhirnya kulangkahkan kaki keluar ruangannya dengan putus asa..
“Ify...”
Aku menoleh kembali
mendengar suaranya, memanggilku..
“Kamu sini dulu ya...
plis temenin aku makan.”
Dengan senang hati aku
mengangguk dan segera duduk disampingnya. Menyuapinya makan dengan perlahan.
“Makasih ya Fy...” ucap
Rio singkat.
Aku mengangguk. Sambil
ketakutan aku berkata, “Kak udah ya sedihnya. Aku khawatir kak Rio sedih terus
gini. Kak Rio harus semangat, bahkan temen-temen yang lain juga khawatir sama
kak Rio...
Dia membalas dengan
anggukan dan hela napas panjang.
“Iya Fy aku tau. Ini
memang sulit banget aku hadapin. Maaf ya aku udah bikin kamu khawatir, jangan
capek-capek ngadepin aku ya Fy...” katanya sambil memegang tanganku..
Aku tersenyum, “Gak
akan pernah capek kok kak, asalkan kak Rio janji, sedihnya udahan masih banyak
yang bisa bikin kakak bahagia kak...”
Dia memelukku...
“Makasih sayang...”
***
Dua minggu berlalu,
keadaan kak Rio sudah cukup membaik. Aku senang sekali melihatnya, dia kembali
bersemangat menghidupkan suasana di rumah sakit ini. Kepemimpinan kak Rio tidak
membawa banyak perubahan, walaupun ia masih kesal dengan apa yang dilakukan
kedua orang tuanya, ia tetap berfikir untuk apa membalas api dengan api, ia
harus bisa melakukan apa yang telah lama diharapkan ayahnya kepadanya untuk menjadi
seorang dokter yang tidak cuma handal, tetapi berwibawa.
“Kak Rio...” tegurku.
Aku heran dia sering melamun akhir-akhir ini...
“Eh iya kenapa? Kamu
tadi ngomong apa?” tanyanya.
“Tuh kan gak dengerin
aku ngomong. Kamu mikirin apa sih kak sampe melamun gitu...” jawabku manyun
Kak Rio menghela napas.
“Maaf ya sayang, ini tadi mikirin kerjaan ada yang belum selesai...”
Terbaca raut kebohongan
diwajahnya. Tapi ya sudahlah aku gak mau bikin masalah jadi panjang...
“Oh gitu. Jangan
terus-terus mikirin kerjaan dong boss!” jawabku tersenyum
Kak Rio ikut tersenyum.
***
Rio’s POV
‘Gimana caranya ngomong
ke Ify ya...’ gumamku dalam hati.
Pekerjaanku makin
banyak, tanggung jawab sebagai pemilik rumah sakit ternyata melebihi
kemampuanku. Perkerjaan ayah juga banyak yang belum terselesaikan dan membuat
aku harus melanjutkannya.
Satu. Satu pekerjaan
yang membuatku sangat bingung bagaimana aku akan melakukannya. Bagaimana aku harus
bertanggung jawab atas pekerjaan ini. Bagaimana aku harus meninggalkan
kehidupanku disini. Bagaimana aku harus meninggalkan Ify...
Aku tidak mungkin
meninggalkan Ify sendiri disini, walapun hanya untuk sementara waktu. Tapi
pekerjaan ini memaksaku, memaksaku untuk menjadikan rumah sakit ini lebih baik.
Tapi apa tidak ada cara lain? pikirku. Haruskah 3 bulan kedepan aku menjalankan
kehidupan di negara orang lain? Meninggalkan Indonesia, teman, sahabat, dan
Ify...
Ya aku bisa bertemu
mama di Amerika, tapi apa aku sanggup menemuinya? Walaupun dia telah jahat
padaku tapi dia masih ibuku. Aku menyayanginya. Tapi apa aku sanggup bertemu
dengannya dan calon ayah tiriku?
***
Aku benar-benar
bingung, bahkan hari ini aku lebih banyak duduk di ruanganku daripada menangani
pasien. Ingin kuceritakan pada Alvin dan meminta pendapatnya apa yang harus aku
lakukan? Begitupula dengan Cakka dan Gabriel. Kurasa aku harus menceritakan ini
kepada mereka, mereka sahabatku. Mereka pasti bisa mencarikanku solusi
bagaimana aku harus membicarakan ini kepada Ify. Bagaimana dengan
sahabat-sahabat Ify? Haruskah aku menceritakan kepada mereka bertiga juga?
Suara ketukan pintu
membangunkanku dalam lamunan.
Kulihat senyuman gadis
cantik didepanku. Aku membalas senyumnya sambil berfikir bagaimana bisa
hari-hariku akan dihiasi tanpa senyuman itu.
“Kak Rio kok daritadi
disini mulu?” tanya Ify
“Iya Fy ini banyak yang
mash harus diselesain...” jawabku pasrah.
Ify mendekatiku dia
tersenyum. “Kak jangan dipaksa terus kerjanya, istirahat dong. Pulang nanti mau
gak temenin aku ke supermarket? Disuruh mama belanja nih...”
Aku tersenyum. “Iya
boleh kok...” jawabku. Tak apalah sekali-sekali aku menemani Ify belanja,
hitung-hitung menghilangkan stress ku
dan menghabiskan waktu bersamanya sebelum aku mungkin akan pergi.
***
Ify’s POV
Aku tak bisa
menyembunyikan senyumku diperjalanan ke supermarket ini. Senang rasanya bisa
melihat kak Rio yang semangat bekerja tapi dia juga tak melupakanku. Sudah
jarang sekali kami menghabiskan waktu berdua, apalagi untuk berjalan-jalan di
mall.
“Senyum-senyum sendiri
nih ye...” tegur kak Rio jahil.
“Nggak kok, kata
siapa...” jawabku
“Ah kamu gak bisa boong
sama aku Fy, bilang aja seneng kan bisa jalan-jalan bareng aku...”
“Ih kak Rio apaan ih
kayak anak abg aja...” ujarku salah tingkah.
Dia tersenyum,
kuperhatikan wajah tampannya sejenak sebelum menunduk karena aku tau mungkin
wajahku sudah merah bagai tomat segar saat ini...
“Disuruh belanja apa
Fy?” tanya kak Rio sesaat setelah kami sampai di supermarket.
“Banyak nih, keperluan
dapur, minyak goreng, terigu, kecap, garem halus. Terus detergen, shampo,
sabun...” jawabku sambil membacakan list
belanja yang dititipkan mama.
“Ya udah yuk sekalian
aku mau belanja juga, kayaknya sabun mandi udah abis deh sama sabun cuci muka juga...”
katanya.
***
Setelah semua belanjaan
kami beli, kami memutusan untuk makan bakso di mall itu.
Kuperhatikan raut wajah
kak Rio yang sedikit bingung entah pikirannya melayang kemana.
“Kak... bengong mikirin
apa sih?” tanyaku tiba-tiba.
“Eh nggak kok... nggak
mikirin apa-apa...” jawabnya cepat dan tersenyum.
Aku tau senyum itu
dipaksakan, dan aku mulai curiga kak Rio menyembunyikan sesuatu dariku.
“Beneran?”
Dia mengangguk. “Iya
gak mikirin apa-apa kok Fy.”
“Jangan bilang mikirin
kerjaan lagi. Udahan dong kak, ini kita di mall bukan di rumah sakit..”
“Iya gak mikirin
kerjaan kok. Aku mikirin kamu..” jawabnya jahil
“Huuu gombal, mulai
deh!”
“Lah kamu gimana
mikirin kerjaan salah, mikirin kamu salah juga...”
Aku menjulurkan
lidahku. “Iya deh terserah kak Rio. Abis ini mau kemana?”
“Mumpung masih jam
segini, kita nonton yuk Fy.. Udah lama gak nonton.”
“Emang ada film bagus?”
“Kita liat aja nanti,
ada film apa. Aku bosen di rumah soalnya.
Aku menyetujui ajakan
kak Rio. Sayangnya tidak ada film yang menarik hari ini, satu-satunya film yang
cukup banyak peminatnya hanyalah satu film horror.
Kak Rio tau sekali bagaimana aku jika menonton film horror, pernah waktu ini kami menonton bersama dirumah kak Rio,
sepanjang film au hanya menutup mukaku dengan bantal saking takutnya..
“Batal aja yuk kak...”
ajakku ketakutan..
“Eh jangan dong. Kata
Gabriel film ini bagus kok...” ajaknya, dia pasti sengaja untuk mengerjaiku.
“Daripada nanti aku
teriak seisi bioskop gimana? Kan kamu yang malu kak!” jawabku manyun
“Hhehee ya udah kamu
tidur aja biar aku yang nonton.”
“Rugi dong!” jawabku
cukup kesal.
Akhirnya apa boleh buat
aku akan menonton film ini, dari awal menit pertama film aku sudah memeluk erat
lengan kak Rio saking takutnya.
“Filmnya aja belum
mulai neng, gimana kalo setannya muncul...” ledek kak Rio
“Terserah kamu ah mau
bilang apa! Pokoknya kalo ntar malem aku gak bisa tidur aku telponin terus kamu
kak!” jawabku
Kak Rio hanya tertawa.
***
Tak terasa hari kencan
dadakan ini cepat berlalu. Sesampai dirumah aku segera memberikan semua
belanjaan kepada mama, dan langsung menuju kamarku untuk beristirahat.
Perasaanku masih campur aduk antar senang menghabiskan waktu bersama kak Rio
dan takut akan film horror.
Aku terkejut mendengar
nada dering handphoneku sendiri.
Dengan menghela nafas
panjang, ku sahuti suara kak Rio di seberang sana.
“Hallo cantik... Gimana
udah istirahat?”
“Ini baru mau istirahat
kok. Kamu ngagetin aja kak.”
“Hehehe pasti masih
keinget film tadi ya...” tebak kak Rio
“Tuh kan kamu... udah
ah jangan ingetin lagi!” protesku
“Iya iyaaaa... yaudah
kamu tidur sana pikirin aku aja biar mimpinya aku bukan setan yang tadi...”
jawabnya terkikik
“Kak Riooo!!”
Dia semakin tertawa...
“Ampun ampun Fy... Udah
kamu siap-siap tidur yuk, gimana kalo aku nyanyiin biar tidurnya cepet? Biar
gak kepikiran lagi sama...”
“Stop! Iya udah
nyanyiin aja ya jangan bahas film lagi...” kataku..
Terdengar alunan gitar
yang dimainkan kak Rio, dan aku menungu suara merdunya...
***
Rio’s POV
“Kapanpun
mimpi terasa jauh.
Oh
ingatlah sesuatu.
Ku
akan selalu jadi sayap pelindungmu.
Saat
duniamu mulai pudar.
Dan
kau merasa hilang.
Ku
akan selalu jadi sayap pelindungmu..”
(Sayap Pelindungmu –
The Overtunes)
“Ify... udah tidur?”
kutanya bidadariku masih lewat telpon...
Tak terdengar lagi
suaranya, yang terdengar hanya dengkuran kecil menandakan bahwa ia sudah
terlelap. Aku tersenyum senang akhirnya ia sudah tidur duluan, baru sekarang aku
bisa tidur pulas juga. Karena dari tadi aku khawatir dengan efek film horror yang telah kami tonton tadi.
“I love you, Ify...” bisikku
***
Akhirnya kuputuskan
untuk menceritakan semua yang kugalaukan kepada Alvin, Gabriel, dan Cakka.
Mereka pun terkejut sama bingungnya.
“Ini beneran Yo?” tanya
Cakka.
Aku mengangguk. “Gue
juga gak tau harus gimana Cak, disatu sisi gue gak bisa nolak tugas ini, disisi
lain gue gak mau ninggalin Ify...”
“Aduh susah juga ya,
kita kan tau Ify orangnya gimana. Lo sakit aja khawatirnya setengah mampus,
banyakan diemnya. Apalagi klo lo gak ada...” timpal Gabriel.
“Disitulah bingungnya
gue Yel. Gue gak bisa mikir gimana hidup gue tanpa Ify, gimana hidup Ify tanpa
gue, pasti sulit kan. Gimana coba kalo kalian dipossi gue...”
Alvin yang dari tadi
diam akhirnya angkat bicara.
“Tapi kan ini cuman
sementara Yo. Memang susah sih kalo gue jadi elo juga gue gak bakal sanggup,
tapi mau gimana lagi toh kalian berdua udah dewasa keadaan gak bakal selalu
ngedukung rencana kita Yo. Gue harap sih elo sama Ify bakal nerima keterpaksaan
ini dan yah tentunya harus tetep jaga hubungan kalian.”
Aku mengangguk
mendengar penjelasan Alvin, dia benar sekali.
“Sebaiknya lo cepet
ngomong sama Ify, sebelum dia tau dari yang lain...”
“Iya guys, thanks ya.
Iya gue mau ngomong segera sama Ify, doain gue ya...”
***
Akhirnya hari ini aku
memutuskan untuk berbicara dan menjelaskan semuanya kepada Ify. Aku bingung
untuk mulai darimana, dirumah aku latihan terus menerus sampai pusing sendiri.
Kuhela nafas panjang
sebelum menemui Ify diruang kerjanya hari ini.
“Ify... boleh ngomong
sebentar...” kataku gugup.
Ify tampak bingung.
“Ngomong apa kak? Ngomong aja...”
Aku hanya terdiam,
kutatap mata gadis itu penuh dengan rasa penasaran..
“Hei! Katanya mau
ngomong...” tegur Ify sedikit tertawa..
“Eh iya... ini, aku... malem
ini jam 7 aku jemput ya...” jawabku cepat
Ify mengerutkan
keningnya tampak bingung...
“Malem ini, jam 7 aku
jemput kerumah kamu...” ucapku perlahan.
“Emang mau kemana?”
tanyanya lagi
“Mau ngajakin kamu
makan malem. Jangan lupa ya Fy...” aku melangkahkan kakiku keluar ruangan itu
dengan sedikit tergesa-gesa. Ya Tuhan, apa lagi selanjutnya yang akan
kulakukan...
***
Ify’s POV
Kak Rio pergi
meninggalkan ruanganku, wajahnya tampak cemas membuatku kebingungan. Dia
berbicara terbata-bata tadi mengajakku makan malam hari ini. Aku senang tapi
sedikit bingung ada apa gerangan tiba-tiba kak Rio menghampiriku. Kenapa tidak
sepulang kerja saja dia berbicara...
Aku mengangkat kedua
bahuku, liha saja nanti apa yang akan dibicarakan kak Rio. Atau jangan-jangan....
Ah sudahlah tak mungkin, ini terlalu cepat. Tak kusadari pipiku mulai memerah.
Saat pulang kerja pun
dimobil kami hanya berdiam-diaman. Biasanya kak Rio suka sekali menggodaku saat
aku senyum-senyum sendiri begini. Aku tidak bisa menyembunyikan perasaan senangku
karena penasaran apa yang akan dibicarakan kak Rio malam ini.
Sesampainya dirumah...
“Ify turun dulu ya
kak..” kataku
Ia mengangguk. “Jangan
lupa ya Fy nanti malem jam 7...” ujarnya tersenyum
“Iya...” jawabku.
***
Kubandingkan tubuh
lelahku dikasur masih sambil tersenyum. Kulihat waktu sudah menunjukkan jam
setengah lima sore, masih ada cukup waktu untukku bersiap-siap. Pikiranku
kemana-mana, bagaimana jika kak Rio benar-benar melakukannya malam ini?
Bagaimana aku menjawabnya? Yang aku tahu pasti aku akan menangis saking
harunya, tapi aku harus tetap tampil oke malam ini, menemui pangeranku...
Degan waktu singkat aku
mengajak ketiga sahabatku untuk videocall
bersama, menceritakan tentang kegalauan dan kesenanganku hari ini...
“Gue bingung nih gimana...
saran dong. Hehehe jadi kesannya gue ge-er banget ya...” ujarku kepada mereka.
“Ketauan banget
ge-ernya Fy...” kata Sivia
“Semoga beruntung deh
Fy..” lanjut Shilla dengan tersenyum kecil, sementara Agni hanya tersenyum.
“Kok kalian gak excited kaya gue sih. Emang gak boleh ya
ke ge-eran...” protesku bingung
“Bukannya gak boleh Fy,
tapi maksudnya jangan terlalu ngarep juga...” jawab Agni tampak ragu-ragu.
“Iya gue tau kok...
semoga baik-baik aja nantinya. Gue pakek mascara
sama eyeliner yg waterproof buat malem ini hehe, just
in case...” jawabku malu-malu
Sivia tersenyum, tapi
tampak seperti dipaksakan.
Dengan obrolan-obrolan
kecil kami menyudahi videocall karena
aku harus segera bersiap-siap.
***
Sivia’s POV
“Gimana nih guys, gue pengen banget kash tau Ify...”
ujarku ketakutan. Ify telah meyudahi videocall,
namun aku, Shilla , dan Agni melanjutknnya dan jadi semakin bngung.
“Iya gue juga bingung
nih gimana. Dia udah seneng banget gitu... gue gak sanggup bayanginnya..”
lanjut Shilla
“Yaudah gimana kalo
kita semua nyusulin Ify kesana, kita udah tau keadaan bakal pecah kalo Ify sama
kak Rio udah berantem.” usul Agni
Akhirnya aku dan Shilla
setuju, begitu pula dengan pcar-pacar kami. Tanpa sepengetahuan Ify dan kak Rio
kami menuju lokasi yang sama. Aku, Shilla, dan Agni telah diceritakan oleh
pacar-pacar kami tentang apa yang akan dibicarakan kak Rio kepada Ify malam ini.
Sebenarnya aku ingin sekali memberitahu sahabatku itu, tapi sebaiknya memang
kak Rio langsung yang memberitahunya, mudah-mudahan Ify bisa terima.
***
Rio’s POV
Sesampai dirumah Ify
betapa terkejutnya aku melihat gadisku ini. Dengan balutan dress berwarna lilac
dia berjalan menuruni tangga, ditambah tatanan rambutnya yg tergerai dengan
pita kecil disisi kanan rambutnya membuatku tak bisa mengedipkan mataku.
“Hai...” sapa Ify
Aku tersenyum, kusambut
tangan gadisku. Tak lupa berpamitan kepada kedua orang tuanya kami pun pergi.
“Kita mau kemana kak?”
tanya Ify
Aku hanya tersenyum
kecil. Bodoh. Aku bodoh pikirku. Bagaimana aku bisa membuat wanita secantik ini
akan menangis malam ini. Aku bodoh sekali.
Akhirnya kami sampai
ditempat yang telah kurencanakan. Kupersilahkan Ify duduk dan memesan makanan
untuk kami berdua.
“Fy sebenernya ada yang
mau aku omongin serius...” ucapku memulai. Detak jantungku terasa cepat sekali,
berkali-kali aku menghela nafas panjang dan bingung bagaimana memulainya.
“Ngomong aja, kenapa
sih kak Rio kaya kebingungan gitu...” jawabnya tersenyum mencairkan suasana.
“Iya aku bingung mulai
darimana...”
Ify memegang tanganku
sambil tersenyum. Oh Tuhan dia cantik sekali, ingin kubatalkan niatku untuk
membicarakan hal ini padanya, tapi mana mungkin.
Dengan sentuhan Ify aku
merasa cukup tenang... kutarik nafas panjangku sekali lagi.
“Sebelumnya kak Rio ma
minta maaf dulu. Ify dengerin penjelasan ka Rio dulu ya. Jangan dipotong.”
Ify mengangguk cepat
saking penasarannya.
“Jadi kita kan udah
pacaran serius, udah hampir 3 tahun. Aku sayang sama kamu Fy, sayang banget,
aku gak tau gimana aku kalo gak ada kamu..”
Ify menatapku dengan
seksama dengan senyuman manisnya...
“Tapi aku mau minta
maaf karena mungkin aku gak bisa terus-terusan ada disisi kamu...” lanjutku
sambil menunduk
Kulihat Ify
perlahan-lahan senyumnya memudar.
“Maksudnya?” tanya Ify
setengah berbisik.
Sekali lagi kutarik
nafas panjang...
“Bulan depan aku harus
pergi, aku dikasih tugas untuk ke Amerika selama 3 bulan kedepan. Tugas ini
ngelanjutin tugas papa yang pernah tertunda.” jelasku
Kulihat mata yag cantik
itu mulai berkaca-kaca. Kupegang erat tangannya sebelum mungkin ia akan menepis
tanganku.
“Maafin aku Fy. Aku
juga gak mau ninggalin kamu disini, tapi disisi lain aku gak mungkin nolak
tugas ini, karena ini kewajiban aku..” jelasku. Aku tak kuasa berbicara dnegan
menatap Ify yang sudah meneteskan air mata di pipinya.
“3 bulan? Amerika?”
tanyanya sambil tersedak.
Aku mengangguk. “Plis
kamu jangan marah Fy... plis...”
Ify tersedak akan
tangisnya, ia melepaskan tanganku.
“Kak Rio tau gak sih
gimana senengnya aku pas kamu bilang mau punya hubungan yang lebih serius untuk
kita? Kamu tau gak betapa senengnya aku akhir-akhir ini kita deket banget?
Waktu aku nemenin kamu dirumah? Masakin makanan buat kamu? Atu waktu kamu
nemein aku belanja sampe kamu nyanyiin aku sebelum tidur?”
“Ify...”
“Sekarang kak Rio mau
ninggalin aku? Iya?” dari nada bicaranya Ify sangat marah.
“Terus sekarang apa,
ngajakin aku makan malem romantis demi bikin aku sedih?”
“Ify plis dengerin
dulu... aku gak mau ninggalin kamu Fy... tapi...”
“Aku juga gak mau kamu
pergi kak! Terserah kamu mau bilang aku egois atau apa, tapi gak gini caranya.
Kamu pergi 3 bulan di negara yang jauh, gimana kalo kamu lupa sama aku?”
“Aku gak bakal lupain
kamu Fy...” tegasku
“Apa kamu bisa jamin?
Inget dulu waktu kamu sempet pergi 1 minggu keluar kota? Kita berantemkan masalah
orang ketiga? Gimana nanti keluar negeri?”
Aku terdiam, aku tidak
tau apa yang harus aku lakukan untuk menghentikan air mata Ify. Tanpa pikir
panjang aku berdiri dari kursiku dan langsung memeluk Ify ditanganku. Dia
merontah tapi aku tetap memeluknya...
***
Ify’s POV
Tangisanku tak berhenti
ketika kak Rio memelukku, aku marah sekali padanya tapi aku tak bisa melepaskan
pelukan ini, pelukan yang mungkin tidak akan pernah kurasakan lagi. Aku
berusaha berhenti dalam tangisku, dengan sesegukan aku berusaha bicara.
“Lepasin aku kak...”
ucapku lemas
“Gak Fy, aku gak akan lepasin
kamu kalo kamu gak maafin aku.” balasnya
“Lepasin aku!” ucapku
lebih keras, kulepaskan tanganku dari pelukannya dan menjauh darinya...
“Ify...” panggil kak
Rio
“Udah kak gak ada yang bisa
diomongin lagi, toh ujung-ujungnya kamu juga bakal pergi.” tanpa pikir panjang
aku berlari meninggalakan kak Rio.
Kudengar suaranya
memanggil-manggilku dan menyusulku.
Sampi dipinggir jalan
segera kupanggil taksi, namun tiba-tiba Sivia, Agni, Shilla, Alvin, Cakka, dan
Gabriel sudah ada didepanku..
“Ify...” tegur Sivia
Aku terkejut melihat
mereka, apa yang mereka lakukan disini.
“Ngapain kalian? Oh
jangan-jngan kalian udah tau kejadian ini kan? Iya kan?!!!” bentakku sambil
menangis kupaksakan tertawa akan terlihat tegar, aku tau aku lemah sekali dan
merasa kalah. Tapi begitu sakit hatinya aku melihat sahabat-sahabatku tega
menyembunyikan ini dariku.
“Ify tolong stop,
tolong dengerin kita dulu...” jawab Shilla
“Halah udah cukup
ngomong apa-apa sama gue. Seneng kan kalian ngeliat gue gini? Ngeliat gue
hancur gini?”
“Ify plis...” timpal
Agni menghampiriku dan memegang tanganku.
Ku hempiskan tangannya.
“Udah Ag! Jangan deketin
gue, gue udah capek, gue capek ngadepin masalah gue didalem, ditambah kalian
disini mending udah gak usah pikirin gue lagi. Makasih semuanya, at least mascara sama eyeliner
waterproof ini berguna!” jeritku
Aku berlari, kak Rio
masih memanggilku, cepat-cepat kupanggil taksi dan menaikinya. Kutinggalkan
mereka semua disana, kutinggalkan kak Rio yang telah lebih dulu berniat
meninggalkanku...
***
Rio’s POV
Entah kenapa
sahabat-sahabatku sudah ada disini, aku benar-benar tidak bisa berpikir lagi.
Pertengkaranku dengan Ify sungguh hebat dan aku tak tau apa selanjutnya yang
akan terjadi. Kucoba menghubunginya sepanjang perjalanan pulang namun apa daya
mana mungkin Ify mau berbicara denganku.
Sampai kerumah telponku
tetap tertuju pada voice note, mungkin itu satu-satunya cara agar Ify bisa mendengar
penjelasanku...
“Ify,
aku tau kamu marah banget dan mungkin kamu benci banget sama aku sekarang. Aku
bener-bener minta maaf Fy, aku gak tau harus ngelakuin apa. Waktu aku tau aku
harus bertugas ke Amerika aku udah pengin nolak tapi kamu tau kan itu tanggung
jawabnya besar.”
Air mataku mulai jatuh
dan suaraku mulai parau.
“Aku
gak ada maksud buat bikin kamu sedih. Ini semua diluar dugaan aku. Kemaren
waktu aku mau hubungan kita serius, aku bener-bener serius Fy. Aku beneran
cinta dan sayang banget sama kamu, aku gak bisa kalo gak ada kamu, tapi kaya
yang pernah kamu bilang semua yang terjadi diluar dugan kita. Kalopun ak tau
aku bakal pergi aku mana mungkin maenin perasaan kamu dengan ngangkat hubungan
kita terus aku jatohin lagi...”
Aku menyeka air mataku,
aku benar-benaringin mendengar suara Ify.
“Kak
Rio mohon kamu ngerti dan maafin kak Rio. Kita bakal pisah jauh tapi bukan
berarti hubungan kita berakhir Fy. Aku gak bakal ngelupain kamu, aku janji. Aku
janji aku bakal inget kamu terus, bakal terus kabarin kamu. Inget gak dulu
waktu kita jadian? Wakutu aku bilang aku mau jadi yang selalu ada buat kamu?
Aku tau aku gak bisa nepatin itu sekarang, tapi aku janji setelah aku pulang
nanti aku bakal jadi seutuhnya buat kamu Fy...”
Teringat betul
bahagianya aku ketika Ify menerima aku menjadi kekasihnya, dia selalu
menganggap aku adalah pria paling tidak romantis untuk momen satu itu, saat aku
menyatakan cinta dengan memanjat pohon. Bahkan sampai sekarang dia tetap
menghina caraku yang bodoh itu, walaupun aku tau itu momen terbahagia dalam
hidupnya, juga dalam hidupku.
Akhirnya kututup
telponku, entah Ify akan mendengar pesan suaraku atau tidak, aku berharap ia
mendengarnya dan paling penting memaafkanku...
***
Ify’s POV
Tangisanku pecah, aku
tidak bisa memejakan mataku. Kumatikan semua handphoneku dan aku tak mau tau
apa yang terjadi pada kak Rio sekarang, atau apa yang akan direncanakan oleh
teman-temanku. Aneh, ini sungguh aneh. Tadi sore aku bersemangat sekali dan
yakin bahwa kak Rio akhirnya akan menanyakanku satu pertanyan yang benar-benar
aku tunggu sambil berlutut dihadapanku. Tapi yang ada malah sebaliknya, dia
megucapkan kata-kata yang paling aku takutkan. Entah kemana hubungan kami akan
berakhir. Aku tau aku sangat egois jika aku melarangnya tapi aku benar-benar
tidak sanggup untuk berpisah dengan kak Rio walaupun hanya 3 bulan.
Amerika itu jauh, mana
mungkin kak Rio bisa pulang setiap periode waktu tertentu. Aku tahu media
sosial saat ini banyak sekali, aku bisa mendengar suaranya, melihat wajahnya.
Namun entah kenapa perasaan khawatirku bertambah terus. Aku takut bagaimana dia
disana, dengan siapa, apa ada yang menemaninya. Bagaimana kalau dia bertemu
ibunya dan cekcok kembali? Bagaimana kalau ada orang lain yang menemaninya,
membuatnya tertawa, menenangkan pikirannya, selain aku?
***
Keesokan harinya aku
hanya diam dikamar, untung ini hari Minggu. Rasanya belum siap aku menghadapi
pekerjaanku dan akan bertemu dengan mereka kembali...
Kulihat handphoneku dan
kucoba mengaktifkannya. Beberapa missed
call, dan pesan kuterima semua dari teman-emanku, mereka menanyakan
keadaanku dan meminta maaf. Satu pesan suara kuterima, dari siapa lagi kalu
bukan dari kak Rio. Kuabaikan pesan suara itu. Aku bergegas mandi, dan berganti
pakaian lalu kembali duduk mendengarkan apa yang telah di katakan kak Rio yang
membuat air mataku jatuh kembali...
Kudengar ketukan pintu
kamarku, dengan berat hati kubuka pintu, kulihat mama dengan raut wajah
khawatir lalu ia memelukku..
“Stop nangisnya
sayang... kamu gak boleh sedih terus. Mama udah tau ceritanya...”
“Mama udah tau?”
“Iya, Sivia barusan
kasih tau. Itu mereka dibawah mau nemuin kamu Fy...”
“Bilang aja Ify
tidur..” ujarku melepaskan pelukan mama.
“Ify gak boleh gitu,
kalo masalah ini tetap didiemin gimana mau selesai. Temen-temen kamu peduli
sama kamu Fy, mereka khawatir sama keadaa kamu. Tolong kamu temuin mereka,
ngomong baik-baik...”
Aku tertegun, mungkin
mama benar. Setelah mendengarkan penjelasan kak Rio dari pesan suara aku mulai
berfikir bahwa aku sangat egois, aku harus mendukungnya bukan malah
melarangnya. Akhirnya kupersilahkan Sivia, Agni, Shilla untuk menemuiku
dikamar.
Shilla langsung
mengangis memelukku, diikuti Sivia dan Agni
“Ify maafin kita ya Fy
kita beneran gak ada maksud untuk bikin lo tambah sedih. Kita juga tau semuanya
bukan dari kak Rio kok. Dia aja gak tau kalo kita susulin kalian berdua
semalem.” jelas Sivia panjang lebar.
“Iya Fy... itu
inisiatif kita sendiri, kita emang bego banget seharusnya gak ngelakuin itu...”
lanjut Agni
“Lo mau kan maafin
kita?” tanya Shilla
Aku menghela nafas
panjang. “Gue juga minta maaf ya gue gak seharusnya marah-marah duluan. Gue
seharusnya tau kalian peduli sama gue...” air mataku kembali menetes, mereka
bertiga memelukku.
“Terus sekarang elo mau
gimana Fy?” tanya Shilla tiba-tiba.
“Gue gak tau Shill
harus gimana. Gue pengen banget kak Rio tetep disini, tapi dia bener dan gue
ngerasa egois banget. Dia punya tanggung jawab besar sekarang dan dia gak akan
mungkin ninggalin kewajiban dia. Kalian tau kan kak Rio kalo udah urusan sama
pekerjaan gimana. Gue bego ya jadi cewek gak bisa dewasa...”
“Ify jangan ngomong
gitu. Lo gak bego kok, kalian sama-sama emosi aja...” respon Agni
Aku mengangguk.
“Fy... mereka semua
dibawah temuin yuk...” ujar Sivia sambil tersenyum..
“Kak Rio?” tanyaku dan
dibalas anggukan oleh ketiganya.
Tanpa berpikir panjang
aku langsung berlari kebawah dan memeluk lelakiku... Kupeluk dia dengan erat
sambil menangis, dia juga menangis diikuti teman-teman lain yang memperhatikan
kami.
“Kak maafin Ify ya
kak... Ify salah, Ify egois banget, Ify bodoh banget...”
“Udah Fy udah jangan
nyalahin diri kamu. Aku juga minta maaf sama kamu. Kamu maafin aku juga ya...”
balas kak Rio juga sambil sesegukan..
Dia menyeka air mataku,
dan berusaha tersenyum. Oh Tuhan betapa aku cinta pria ini. Aku tau aku takkan
sanggup jauh darinya, tapi inilah yang akan terjadi...
***
Rio’s POV
Hari yang aku benci
datang juga. Aku sangat kesal hari ini seharusnya aku dan Ify merayakan 3 tahun
perjalanan cinta kami, tapi hari ini jadi kelabu, hari dimana aku akan pergi
meninggalkannya.
Sepanjang perjalanan
menuju bandara kuperhatikan Ify. Dia berusaha tersenyum, namun aku tau hatinya
menangis. Sesampainya dibandara Ify hanya menunduk, aku tak kuasa melihatnya, kupeluk
dia erat-erat dan tangisnya pecah dipundakku.
“Kak Rio...” bisik Ify
“Maafin aku Fy... Aku
gak bisa ngerayain 3 tahun anniversary
kita...” balasku.
Ify melepaskan
pelukanku, menghela nafas, dan berusaha tersenyum.
“Udah kak gak papa.
Udah kita jangan nangis-nangis lagi ya.. yuk keluar itu temen-temen udah
nungguin...”
***
Ify’s POV
Aku harus tegar.
Kuperhatikan teman-temanku juga berusaha tersenyum. Hari ini aku akan berpisah
dengan kak Rioku...
“Hei akhirnya udah
dateng...” kata Alvin
“Udah siap semuanya
Yo?” tanya Gabriel
Kak Rio mengangguk. “Thank you ya udah dateng kesini, gue mohon kalian semua jagain Ify
ya...”
Aku hanya tersenyum
mendengarnya.
“Tenang aja Yo, percaya
sama kita. Lo juga jaga diri baik-baik ya disana. Kerja yang serius...” nasihat
Cakka
“Iya tenang aja. Kalia
juga kalo ada apa-apa buaran kabarin gue ya... Kalo sempet gue usahain pulang
sekali-sekali deh...”
Mereka semua tersenyum.
Kak Rio menatapku dan menggenggam tanganku.
“Kamu jaga diri kamu
baik-baik ya Fy. Jangan nakal, kerja yang semangat, jangan berubah, tetep jadi
Ifynya kak Rio ya...” dia tersenyum
Aku menghela nafas
panjang dan membalas senyumnya. “Kak Rio juga janji disana bakal baik-baik aja.
Jangan lupain aku, sering-sering ngabarin. Kak Rio juga jagan berubah, tetep
jadi kak Rio yang tegar, yang sabar, kerja yang bener ya kak... Semoga
sukses...”
Dia hanya memandangku
dan akhirnyakami berpelukan kembali...
“I love you, fy....”
“And I love you, kak Rio...”
“Ehm...” tegur Cakka
dan kami segera melepaskan pelukan kami.
“Hehehe maaf ya bukan
mau ganggu, tapi ntar lo malah ketinggalan pesawat lagi...” kata Cakka
cengengesan
Kami semua tertawa...
“Ya udah gue pergi dulu
ya semua...”
Kulihat kak Rio dengan
senyuman terakhirnya main menjauh dan aku tak kuasa. Aku berlari kembali
mengejarnya dan memeluknya... Kami hanya berpelukan dalam diam...
“Hey baby udah dong jangan nangis.. kalo kamu nangis gini gimana aku
mau pergi..”
“Aku gak mau kamu pergi
kak...” kataku pelan
“Aku tau, aku juga gak
mau pergi dari kamu...”
Aku memejamkan mataku
sejenak dan menatapnya...
“Semua janji kak Rio ke
Ify akan tetap berlakukan?” tanyaku
“Sampai kapanpun...”
jawab kak Rio
Dengan kecupan terakhir
dikeningku kami melepaskan pelukan kami.
“Nanti kalo udah sampe
kabarin aku ya kak...” teriakku, lalu kekasihku pun pergi.
***
Selama perjalanan
pulang aku tau teman-temanku memperhatikanku...
“Ify jangan diem aja
dong. Kita tau lo sedih tapi kan lo tegar...” kata Sivia
Aku membalasnya dengan
senyuman.
“Gue baik-baik aja kok
Vi. Makasih ya udah nemenin gue anter kak Rio. Doain gue ya semoga 3 bulan
kedepan bakal baik-baik aja...” jawabku
“Pasti kok Fy pasti! Lo
gak usah khawatir...” timpal Alvin
***
Keesokan harinya
kujalani hari-hariku dengan berusaha semangat, hari ini aku tidak akan melihat
wajah dokter Mario dirumah sakit, tidak akan melihat wajahnya yang menyapa
pagiku, tidak bisa mendatanginya diruangannya, tidak makan siang bersamanya,
dan pulang bersamanya.
Sedih, pasti. Tapi ya
memang begitu adanya. Setelah kak Rio sampai di Amerika, dia langsung
menelponku semalaman sampai kami berdua tertidur. Dia menceritakan banyak hal
disana, dimana dia tinggal disebuah apartment bersama dokter-dokter lain, dan
teman-temannya disana. Dari nada bicaranya kak Rio menikmati kehidupan barunya.
Dia juga berencana ingin bertemu dengan ibunya, tapi mungkin nanti.
Sesampai dikantor aku
langsung mencari Alvin dan Sivia mereka pasti sudah menungguku diruanganku.
Namun ada saja hal dipagi hari yang membuatku kesal.
“Eh bisa pakir gak
sih...” teriakku dari jendela mobil. Entah mobil siapa ini tak pernah kulihat
baru saja menyenggol mobilku. Aku pun keluar untu mememui perusak mood pagiku.
“Woi mobil lo sengaja
nyenggol apa gimana nih?” tanyaku ketus
Orang itu keluar dari
mobilnya, dari tampangnya dia mengenakan jas putih dokter sama denganku, tapi
aku rasa aku belum pernah melihat wajah pria ini.
“Maaf ya maaf saya tadi
gak keliatan... maaf saya juga ini buru-buru...”
“Emang lo doang yang
buru-buru, lagian kalo parkir tuh kaca mobil dibuka biar keliatan.” balasku
“Iya maaf, maaf banget.
Untung mobilnya gak lecet.”
“Masih bisa ngomong
untung lo!” bentakku
“Sekali lagi saya minta
maaf...”
Aku hanya diam
memperhatikannya.
“Lo siapa? Kok gue gak
pernah liat..” aku heran
“Eh iya saya dokter
baru disini, saya baru dipindahkan untuk bekerja disini...” ujarnya tampak
bingung...
“Nama saya Debo, dokter
Debo, ahli bedah tulang.” jelasnya terseyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar