Minggu, 14 Agustus 2016

Stole My Heart Part 2



“Kalian berdua ngapain lagi disini?” tanyaku sinis.

Kedua orang tuaku terdiam membisu.

“Masih inget rumah? Masih inget aku?” tanyaku sangat kesal.

“Yo mama minta maaf...” jawab ibuku. Wanita paruh baya ini telah mengeluarkan air matanya.

“Papa juga minta maaf Yo...” jawab ayahku.

“Mama papa pikir mudah gitu dengan minta maaf seenaknya. Kemana aja mama papa hampir sebulan. Sebulan Rio gak ada habisnya mikirin kemana orang tua Rio. Asal mama papa tau Rio hampir pingsan dirumah sakit.” jelasku sangat marah.

“Iya Yo itulah papa mama disini sekarang, kami mau menjelaskan semuanya...” jawab ayahku.

“Mama minta maaf nak, nggak ada pernah bermaksud untuk ninggalin kamu tanpa jejak. Mama sama papa udah diskusi tentang masalah kami berdua dan kami udah bikin keputusan...”

Aku terdiam, kutunggu penjelasan kedua orang tuaku.

“Mama papa memutuskan untuk bercerai...” ujar ayahku..

Aku terkejut setengah mati, keputusan macam apa ini.


“Kami udah sepakat untuk bercerai Yo, karena udah gak ada lagi yang bisa mempertahankan hubungan mama sama papa...” lanjut ayahku lagi.

“Kenapa? Kenapa ma? Pa? Kalian udah gak saling cinta? Kalian udah nemu pasangan masing-masing?” tanyaku tak sabar.

“Maafkan kami nak, kami tidak pernah terpikir keadaan akan semakin rumit...” jawab ibuku

“Mama papa gak mikir gimana perasaan Rio kalo kalian berdua cerai? Gimana kehidupan Rio selanjutnya!”

“Maafin mama Yo...” jawabnya sambil menangis.

Aku menghela nafas berkali-kali berusaha untuk menenangkan pikiranku. Aku bingung, sungguh sangat bingung.

“Mama sudah memutuskan untuk pindah dari sini Yo...” lanjut ibuku, “Mama akan pindah ke Amerika...”

“Amerika?” tanyaku sangat kaget.

Ibuku mengangguk. “Sudah tidak ada harapan lagi mama bertahan disini.”

“Gak ma! Gak bisa gitu! Mama kenapa harus pindah ke Amerika? Apa suami mama yang baru tinggal disana? Iya kan!”

Wanita itu hanya terdiam yang membuatku yakin tebakanku benar sekali.

“Jadi mama bakal ninggalin Rio!” timpalku

“Maafin mama nak, mama udah gak sanggup lagi...”

Kami bertiga terdiam...

“Udah sekarang terserah mama papa mau apa. Rio udah gak peduli!!” aku pun berlari kekamarku sambil membanting pintu dengan kesal.

***

Ify’s POV

Lagi-lagi kak Rio mengalami hari yang sangat pahit. Dia telah menceritakan semua kepadaku, betapa hancurnya hidupnya sekarang, semua sudah berbeda.

It’s really a bad life... pikirnya.

Kutemani hari-harinya. Dia berusaha untuk tegar dihadapanku, namun aku tahu dia sangat hancur. Pikirannya kemana-mana, ayahnya menjelaskan bahwa The Gouvent Hospital sepenuhnya diserahkan untuknya dan merupakan tanggung jawabnya. Dokter Albert Haling telah menyatakan perpisahan resmi dirinya dengan seluruh dokter di rumah sakit ini. Beliau juga akan pindah ke Australia bersama kehidupan barunya.

“Kak Rio...” tegurku pelan. Aku sangat takut sekali menegurnya, baru kali ini aku merasa takut seperti ini.

Kak Rio hanya terdiam dikursi kerjanya. Aku bingung harus berbuat apa, dia telah melewatkan makan siang bersama.

“Ini aku beli dari kantin... Kamu makan ya kak...” tawarku.

Masih tidak ada respon. Akhirnya kulangkahkan kaki keluar ruangannya dengan putus asa..
“Ify...”

Aku menoleh kembali mendengar suaranya, memanggilku..

“Kamu sini dulu ya... plis temenin aku makan.”

Dengan senang hati aku mengangguk dan segera duduk disampingnya. Menyuapinya makan dengan perlahan.

“Makasih ya Fy...” ucap Rio singkat.

Aku mengangguk. Sambil ketakutan aku berkata, “Kak udah ya sedihnya. Aku khawatir kak Rio sedih terus gini. Kak Rio harus semangat, bahkan temen-temen yang lain juga khawatir sama kak Rio...

Dia membalas dengan anggukan dan hela napas panjang.

“Iya Fy aku tau. Ini memang sulit banget aku hadapin. Maaf ya aku udah bikin kamu khawatir, jangan capek-capek ngadepin aku ya Fy...” katanya sambil memegang tanganku..

Aku tersenyum, “Gak akan pernah capek kok kak, asalkan kak Rio janji, sedihnya udahan masih banyak yang bisa bikin kakak bahagia kak...”

Dia memelukku... “Makasih sayang...”

***

Dua minggu berlalu, keadaan kak Rio sudah cukup membaik. Aku senang sekali melihatnya, dia kembali bersemangat menghidupkan suasana di rumah sakit ini. Kepemimpinan kak Rio tidak membawa banyak perubahan, walaupun ia masih kesal dengan apa yang dilakukan kedua orang tuanya, ia tetap berfikir untuk apa membalas api dengan api, ia harus bisa melakukan apa yang telah lama diharapkan ayahnya kepadanya untuk menjadi seorang dokter yang tidak cuma handal, tetapi berwibawa.

“Kak Rio...” tegurku. Aku heran dia sering melamun akhir-akhir ini...

“Eh iya kenapa? Kamu tadi ngomong apa?” tanyanya.

“Tuh kan gak dengerin aku ngomong. Kamu mikirin apa sih kak sampe melamun gitu...” jawabku manyun

Kak Rio menghela napas. “Maaf ya sayang, ini tadi mikirin kerjaan ada yang belum selesai...” 

Terbaca raut kebohongan diwajahnya. Tapi ya sudahlah aku gak mau bikin masalah jadi panjang...

“Oh gitu. Jangan terus-terus mikirin kerjaan dong boss!” jawabku tersenyum

Kak Rio ikut tersenyum.

***

Rio’s POV

‘Gimana caranya ngomong ke Ify ya...’ gumamku dalam hati.

Pekerjaanku makin banyak, tanggung jawab sebagai pemilik rumah sakit ternyata melebihi kemampuanku. Perkerjaan ayah juga banyak yang belum terselesaikan dan membuat aku harus melanjutkannya.

Satu. Satu pekerjaan yang membuatku sangat bingung bagaimana aku akan melakukannya. Bagaimana aku harus bertanggung jawab atas pekerjaan ini. Bagaimana aku harus meninggalkan kehidupanku disini. Bagaimana aku harus meninggalkan Ify...

Aku tidak mungkin meninggalkan Ify sendiri disini, walapun hanya untuk sementara waktu. Tapi pekerjaan ini memaksaku, memaksaku untuk menjadikan rumah sakit ini lebih baik. Tapi apa tidak ada cara lain? pikirku. Haruskah 3 bulan kedepan aku menjalankan kehidupan di negara orang lain? Meninggalkan Indonesia, teman, sahabat, dan Ify...

Ya aku bisa bertemu mama di Amerika, tapi apa aku sanggup menemuinya? Walaupun dia telah jahat padaku tapi dia masih ibuku. Aku menyayanginya. Tapi apa aku sanggup bertemu dengannya dan calon ayah tiriku?

***

Aku benar-benar bingung, bahkan hari ini aku lebih banyak duduk di ruanganku daripada menangani pasien. Ingin kuceritakan pada Alvin dan meminta pendapatnya apa yang harus aku lakukan? Begitupula dengan Cakka dan Gabriel. Kurasa aku harus menceritakan ini kepada mereka, mereka sahabatku. Mereka pasti bisa mencarikanku solusi bagaimana aku harus membicarakan ini kepada Ify. Bagaimana dengan sahabat-sahabat Ify? Haruskah aku menceritakan kepada mereka bertiga juga?
Suara ketukan pintu membangunkanku dalam lamunan.

Kulihat senyuman gadis cantik didepanku. Aku membalas senyumnya sambil berfikir bagaimana bisa hari-hariku akan dihiasi tanpa senyuman itu.

“Kak Rio kok daritadi disini mulu?” tanya Ify

“Iya Fy ini banyak yang mash harus diselesain...” jawabku pasrah.

Ify mendekatiku dia tersenyum. “Kak jangan dipaksa terus kerjanya, istirahat dong. Pulang nanti mau gak temenin aku ke supermarket? Disuruh mama belanja nih...”

Aku tersenyum. “Iya boleh kok...” jawabku. Tak apalah sekali-sekali aku menemani Ify belanja, hitung-hitung menghilangkan stress ku dan menghabiskan waktu bersamanya sebelum aku mungkin akan pergi.

***

Ify’s POV

Aku tak bisa menyembunyikan senyumku diperjalanan ke supermarket ini. Senang rasanya bisa melihat kak Rio yang semangat bekerja tapi dia juga tak melupakanku. Sudah jarang sekali kami menghabiskan waktu berdua, apalagi untuk berjalan-jalan di mall.

“Senyum-senyum sendiri nih ye...” tegur kak Rio jahil.

“Nggak kok, kata siapa...” jawabku

“Ah kamu gak bisa boong sama aku Fy, bilang aja seneng kan bisa jalan-jalan bareng aku...”

“Ih kak Rio apaan ih kayak anak abg aja...” ujarku salah tingkah.

Dia tersenyum, kuperhatikan wajah tampannya sejenak sebelum menunduk karena aku tau mungkin wajahku sudah merah bagai tomat segar saat ini...

“Disuruh belanja apa Fy?” tanya kak Rio sesaat setelah kami sampai di supermarket.

“Banyak nih, keperluan dapur, minyak goreng, terigu, kecap, garem halus. Terus detergen, shampo, sabun...” jawabku sambil membacakan list belanja yang dititipkan mama.

“Ya udah yuk sekalian aku mau belanja juga, kayaknya sabun mandi udah abis deh sama sabun cuci muka juga...” katanya.

***

Setelah semua belanjaan kami beli, kami memutusan untuk makan bakso di mall itu.

Kuperhatikan raut wajah kak Rio yang sedikit bingung entah pikirannya melayang kemana.

“Kak... bengong mikirin apa sih?” tanyaku tiba-tiba.

“Eh nggak kok... nggak mikirin apa-apa...” jawabnya cepat dan tersenyum.

Aku tau senyum itu dipaksakan, dan aku mulai curiga kak Rio menyembunyikan sesuatu dariku.

“Beneran?”

Dia mengangguk. “Iya gak mikirin apa-apa kok Fy.”

“Jangan bilang mikirin kerjaan lagi. Udahan dong kak, ini kita di mall bukan di rumah sakit..”

“Iya gak mikirin kerjaan kok. Aku mikirin kamu..” jawabnya jahil

“Huuu gombal, mulai deh!”

“Lah kamu gimana mikirin kerjaan salah, mikirin kamu salah juga...”

Aku menjulurkan lidahku. “Iya deh terserah kak Rio. Abis ini mau kemana?”

“Mumpung masih jam segini, kita nonton yuk Fy.. Udah lama gak nonton.”

“Emang ada film bagus?”

“Kita liat aja nanti, ada film apa. Aku bosen di rumah soalnya.

Aku menyetujui ajakan kak Rio. Sayangnya tidak ada film yang menarik hari ini, satu-satunya film yang cukup banyak peminatnya hanyalah satu film horror. Kak Rio tau sekali bagaimana aku jika menonton film horror, pernah waktu ini kami menonton bersama dirumah kak Rio, sepanjang film au hanya menutup mukaku dengan bantal saking takutnya..

“Batal aja yuk kak...” ajakku ketakutan..

“Eh jangan dong. Kata Gabriel film ini bagus kok...” ajaknya, dia pasti sengaja untuk mengerjaiku.

“Daripada nanti aku teriak seisi bioskop gimana? Kan kamu yang malu kak!” jawabku manyun

“Hhehee ya udah kamu tidur aja biar aku yang nonton.”

“Rugi dong!” jawabku cukup kesal.

Akhirnya apa boleh buat aku akan menonton film ini, dari awal menit pertama film aku sudah memeluk erat lengan kak Rio saking takutnya.

“Filmnya aja belum mulai neng, gimana kalo setannya muncul...” ledek kak Rio

“Terserah kamu ah mau bilang apa! Pokoknya kalo ntar malem aku gak bisa tidur aku telponin terus kamu kak!” jawabku

Kak Rio hanya tertawa. 

***

Tak terasa hari kencan dadakan ini cepat berlalu. Sesampai dirumah aku segera memberikan semua belanjaan kepada mama, dan langsung menuju kamarku untuk beristirahat. Perasaanku masih campur aduk antar senang menghabiskan waktu bersama kak Rio dan takut akan film horror.

Aku terkejut mendengar nada dering handphoneku sendiri.

Dengan menghela nafas panjang, ku sahuti suara kak Rio di seberang sana.


“Hallo cantik... Gimana udah istirahat?”

“Ini baru mau istirahat kok. Kamu ngagetin aja kak.”

“Hehehe pasti masih keinget film tadi ya...” tebak kak Rio

“Tuh kan kamu... udah ah jangan ingetin lagi!” protesku

“Iya iyaaaa... yaudah kamu tidur sana pikirin aku aja biar mimpinya aku bukan setan yang tadi...” jawabnya terkikik

“Kak Riooo!!”

Dia semakin tertawa...

“Ampun ampun Fy... Udah kamu siap-siap tidur yuk, gimana kalo aku nyanyiin biar tidurnya cepet? Biar gak kepikiran lagi sama...”

“Stop! Iya udah nyanyiin aja ya jangan bahas film lagi...” kataku..

Terdengar alunan gitar yang dimainkan kak Rio, dan aku menungu suara merdunya...

***

Rio’s POV

“Kapanpun mimpi terasa jauh.
Oh ingatlah sesuatu.
Ku akan selalu jadi sayap pelindungmu.
Saat duniamu mulai pudar.
Dan kau merasa hilang.
Ku akan selalu jadi sayap pelindungmu..”
(Sayap Pelindungmu – The Overtunes)

“Ify... udah tidur?” kutanya bidadariku masih lewat telpon...

Tak terdengar lagi suaranya, yang terdengar hanya dengkuran kecil menandakan bahwa ia sudah terlelap. Aku tersenyum senang akhirnya ia sudah tidur duluan, baru sekarang aku bisa tidur pulas juga. Karena dari tadi aku khawatir dengan efek film horror yang telah kami tonton tadi.
I love you, Ify...” bisikku

***

Akhirnya kuputuskan untuk menceritakan semua yang kugalaukan kepada Alvin, Gabriel, dan Cakka. Mereka pun terkejut sama bingungnya.

“Ini beneran Yo?” tanya Cakka.

Aku mengangguk. “Gue juga gak tau harus gimana Cak, disatu sisi gue gak bisa nolak tugas ini, disisi lain gue gak mau ninggalin Ify...” 

“Aduh susah juga ya, kita kan tau Ify orangnya gimana. Lo sakit aja khawatirnya setengah mampus, banyakan diemnya. Apalagi klo lo gak ada...” timpal Gabriel.

“Disitulah bingungnya gue Yel. Gue gak bisa mikir gimana hidup gue tanpa Ify, gimana hidup Ify tanpa gue, pasti sulit kan. Gimana coba kalo kalian dipossi gue...”

Alvin yang dari tadi diam akhirnya angkat bicara.

“Tapi kan ini cuman sementara Yo. Memang susah sih kalo gue jadi elo juga gue gak bakal sanggup, tapi mau gimana lagi toh kalian berdua udah dewasa keadaan gak bakal selalu ngedukung rencana kita Yo. Gue harap sih elo sama Ify bakal nerima keterpaksaan ini dan yah tentunya harus tetep jaga hubungan kalian.”

Aku mengangguk mendengar penjelasan Alvin, dia benar sekali.

“Sebaiknya lo cepet ngomong sama Ify, sebelum dia tau dari yang lain...”

“Iya guys, thanks ya. Iya gue mau ngomong segera sama Ify, doain gue ya...”

***

Akhirnya hari ini aku memutuskan untuk berbicara dan menjelaskan semuanya kepada Ify. Aku bingung untuk mulai darimana, dirumah aku latihan terus menerus sampai pusing sendiri.

Kuhela nafas panjang sebelum menemui Ify diruang kerjanya hari ini.

“Ify... boleh ngomong sebentar...” kataku gugup.

Ify tampak bingung. “Ngomong apa kak? Ngomong aja...”

Aku hanya terdiam, kutatap mata gadis itu penuh dengan rasa penasaran..

“Hei! Katanya mau ngomong...” tegur Ify sedikit tertawa..

“Eh iya... ini, aku... malem ini jam 7 aku jemput ya...” jawabku cepat

Ify mengerutkan keningnya tampak bingung...

“Malem ini, jam 7 aku jemput kerumah kamu...” ucapku perlahan.

“Emang mau kemana?” tanyanya lagi

“Mau ngajakin kamu makan malem. Jangan lupa ya Fy...” aku melangkahkan kakiku keluar ruangan itu dengan sedikit tergesa-gesa. Ya Tuhan, apa lagi selanjutnya yang akan kulakukan...

***

Ify’s POV

Kak Rio pergi meninggalkan ruanganku, wajahnya tampak cemas membuatku kebingungan. Dia berbicara terbata-bata tadi mengajakku makan malam hari ini. Aku senang tapi sedikit bingung ada apa gerangan tiba-tiba kak Rio menghampiriku. Kenapa tidak sepulang kerja saja dia berbicara...

Aku mengangkat kedua bahuku, liha saja nanti apa yang akan dibicarakan kak Rio. Atau jangan-jangan.... Ah sudahlah tak mungkin, ini terlalu cepat. Tak kusadari pipiku mulai memerah.

Saat pulang kerja pun dimobil kami hanya berdiam-diaman. Biasanya kak Rio suka sekali menggodaku saat aku senyum-senyum sendiri begini. Aku tidak bisa menyembunyikan perasaan senangku karena penasaran apa yang akan dibicarakan kak Rio malam ini.

Sesampainya dirumah...

“Ify turun dulu ya kak..” kataku

Ia mengangguk. “Jangan lupa ya Fy nanti malem jam 7...” ujarnya tersenyum

“Iya...” jawabku.

***

Kubandingkan tubuh lelahku dikasur masih sambil tersenyum. Kulihat waktu sudah menunjukkan jam setengah lima sore, masih ada cukup waktu untukku bersiap-siap. Pikiranku kemana-mana, bagaimana jika kak Rio benar-benar melakukannya malam ini? Bagaimana aku menjawabnya? Yang aku tahu pasti aku akan menangis saking harunya, tapi aku harus tetap tampil oke malam ini, menemui pangeranku...

Degan waktu singkat aku mengajak ketiga sahabatku untuk videocall bersama, menceritakan tentang kegalauan dan kesenanganku hari ini...

“Gue bingung nih gimana... saran dong. Hehehe jadi kesannya gue ge-er banget ya...” ujarku kepada mereka.

“Ketauan banget ge-ernya Fy...” kata Sivia

“Semoga beruntung deh Fy..” lanjut Shilla dengan tersenyum kecil, sementara Agni hanya tersenyum.

“Kok kalian gak excited kaya gue sih. Emang gak boleh ya ke ge-eran...” protesku bingung

“Bukannya gak boleh Fy, tapi maksudnya jangan terlalu ngarep juga...” jawab Agni tampak ragu-ragu.

“Iya gue tau kok... semoga baik-baik aja nantinya. Gue pakek mascara sama eyeliner yg waterproof buat malem ini hehe, just in case...” jawabku malu-malu

Sivia tersenyum, tapi tampak seperti dipaksakan.

Dengan obrolan-obrolan kecil kami menyudahi videocall karena aku harus segera bersiap-siap.

***

Sivia’s POV

“Gimana nih guys, gue pengen banget kash tau Ify...” ujarku ketakutan. Ify telah meyudahi videocall, namun aku, Shilla , dan Agni melanjutknnya dan jadi semakin bngung.

“Iya gue juga bingung nih gimana. Dia udah seneng banget gitu... gue gak sanggup bayanginnya..” lanjut Shilla

“Yaudah gimana kalo kita semua nyusulin Ify kesana, kita udah tau keadaan bakal pecah kalo Ify sama kak Rio udah berantem.” usul Agni

Akhirnya aku dan Shilla setuju, begitu pula dengan pcar-pacar kami. Tanpa sepengetahuan Ify dan kak Rio kami menuju lokasi yang sama. Aku, Shilla, dan Agni telah diceritakan oleh pacar-pacar kami tentang apa yang akan dibicarakan kak Rio kepada Ify malam ini. Sebenarnya aku ingin sekali memberitahu sahabatku itu, tapi sebaiknya memang kak Rio langsung yang memberitahunya, mudah-mudahan Ify bisa terima.

***

Rio’s POV

Sesampai dirumah Ify betapa terkejutnya aku melihat gadisku ini. Dengan balutan dress berwarna lilac dia berjalan menuruni tangga, ditambah tatanan rambutnya yg tergerai dengan pita kecil disisi kanan rambutnya membuatku tak bisa mengedipkan mataku.

“Hai...” sapa Ify

Aku tersenyum, kusambut tangan gadisku. Tak lupa berpamitan kepada kedua orang tuanya kami pun pergi.

“Kita mau kemana kak?” tanya Ify

Aku hanya tersenyum kecil. Bodoh. Aku bodoh pikirku. Bagaimana aku bisa membuat wanita secantik ini akan menangis malam ini. Aku bodoh sekali.

Akhirnya kami sampai ditempat yang telah kurencanakan. Kupersilahkan Ify duduk dan memesan makanan untuk kami berdua.

“Fy sebenernya ada yang mau aku omongin serius...” ucapku memulai. Detak jantungku terasa cepat sekali, berkali-kali aku menghela nafas panjang dan bingung bagaimana memulainya.

“Ngomong aja, kenapa sih kak Rio kaya kebingungan gitu...” jawabnya tersenyum mencairkan suasana.

“Iya aku bingung mulai darimana...”

Ify memegang tanganku sambil tersenyum. Oh Tuhan dia cantik sekali, ingin kubatalkan niatku untuk membicarakan hal ini padanya, tapi mana mungkin.

Dengan sentuhan Ify aku merasa cukup tenang... kutarik nafas panjangku sekali lagi.

“Sebelumnya kak Rio ma minta maaf dulu. Ify dengerin penjelasan ka Rio dulu ya. Jangan dipotong.”

Ify mengangguk cepat saking penasarannya.

“Jadi kita kan udah pacaran serius, udah hampir 3 tahun. Aku sayang sama kamu Fy, sayang banget, aku gak tau gimana aku kalo gak ada kamu..”

Ify menatapku dengan seksama dengan senyuman manisnya...

“Tapi aku mau minta maaf karena mungkin aku gak bisa terus-terusan ada disisi kamu...” lanjutku sambil menunduk

Kulihat Ify perlahan-lahan senyumnya memudar.

“Maksudnya?” tanya Ify setengah berbisik.

Sekali lagi kutarik nafas panjang...

“Bulan depan aku harus pergi, aku dikasih tugas untuk ke Amerika selama 3 bulan kedepan. Tugas ini ngelanjutin tugas papa yang pernah tertunda.” jelasku

Kulihat mata yag cantik itu mulai berkaca-kaca. Kupegang erat tangannya sebelum mungkin ia akan menepis tanganku.

“Maafin aku Fy. Aku juga gak mau ninggalin kamu disini, tapi disisi lain aku gak mungkin nolak tugas ini, karena ini kewajiban aku..” jelasku. Aku tak kuasa berbicara dnegan menatap Ify yang sudah meneteskan air mata di pipinya.

“3 bulan? Amerika?” tanyanya sambil tersedak.

Aku mengangguk. “Plis kamu jangan marah Fy... plis...”

Ify tersedak akan tangisnya, ia melepaskan tanganku.

“Kak Rio tau gak sih gimana senengnya aku pas kamu bilang mau punya hubungan yang lebih serius untuk kita? Kamu tau gak betapa senengnya aku akhir-akhir ini kita deket banget? Waktu aku nemenin kamu dirumah? Masakin makanan buat kamu? Atu waktu kamu nemein aku belanja sampe kamu nyanyiin aku sebelum tidur?”

“Ify...”

“Sekarang kak Rio mau ninggalin aku? Iya?” dari nada bicaranya Ify sangat marah.

“Terus sekarang apa, ngajakin aku makan malem romantis demi bikin aku sedih?”

“Ify plis dengerin dulu... aku gak mau ninggalin kamu Fy... tapi...”

“Aku juga gak mau kamu pergi kak! Terserah kamu mau bilang aku egois atau apa, tapi gak gini caranya. Kamu pergi 3 bulan di negara yang jauh, gimana kalo kamu lupa sama aku?”

“Aku gak bakal lupain kamu Fy...” tegasku

“Apa kamu bisa jamin? Inget dulu waktu kamu sempet pergi 1 minggu keluar kota? Kita berantemkan masalah orang ketiga? Gimana nanti keluar negeri?”

Aku terdiam, aku tidak tau apa yang harus aku lakukan untuk menghentikan air mata Ify. Tanpa pikir panjang aku berdiri dari kursiku dan langsung memeluk Ify ditanganku. Dia merontah tapi aku tetap memeluknya...

***

Ify’s POV

Tangisanku tak berhenti ketika kak Rio memelukku, aku marah sekali padanya tapi aku tak bisa melepaskan pelukan ini, pelukan yang mungkin tidak akan pernah kurasakan lagi. Aku berusaha berhenti dalam tangisku, dengan sesegukan aku berusaha bicara.

“Lepasin aku kak...” ucapku lemas

“Gak Fy, aku gak akan lepasin kamu kalo kamu gak maafin aku.” balasnya

“Lepasin aku!” ucapku lebih keras, kulepaskan tanganku dari pelukannya dan menjauh darinya...

“Ify...” panggil kak Rio

“Udah kak gak ada yang bisa diomongin lagi, toh ujung-ujungnya kamu juga bakal pergi.” tanpa pikir panjang aku berlari meninggalakan kak Rio.

Kudengar suaranya memanggil-manggilku dan menyusulku.

Sampi dipinggir jalan segera kupanggil taksi, namun tiba-tiba Sivia, Agni, Shilla, Alvin, Cakka, dan Gabriel sudah ada didepanku..

“Ify...” tegur Sivia

Aku terkejut melihat mereka, apa yang mereka lakukan disini.

“Ngapain kalian? Oh jangan-jngan kalian udah tau kejadian ini kan? Iya kan?!!!” bentakku sambil menangis kupaksakan tertawa akan terlihat tegar, aku tau aku lemah sekali dan merasa kalah. Tapi begitu sakit hatinya aku melihat sahabat-sahabatku tega menyembunyikan ini dariku.

“Ify tolong stop, tolong dengerin kita dulu...” jawab Shilla

“Halah udah cukup ngomong apa-apa sama gue. Seneng kan kalian ngeliat gue gini? Ngeliat gue hancur gini?”

“Ify plis...” timpal Agni menghampiriku dan memegang tanganku.

Ku hempiskan tangannya.

“Udah Ag! Jangan deketin gue, gue udah capek, gue capek ngadepin masalah gue didalem, ditambah kalian disini mending udah gak usah pikirin gue lagi. Makasih semuanya, at least mascara sama eyeliner waterproof ini berguna!” jeritku

Aku berlari, kak Rio masih memanggilku, cepat-cepat kupanggil taksi dan menaikinya. Kutinggalkan mereka semua disana, kutinggalkan kak Rio yang telah lebih dulu berniat meninggalkanku...

***

Rio’s POV

Entah kenapa sahabat-sahabatku sudah ada disini, aku benar-benar tidak bisa berpikir lagi. Pertengkaranku dengan Ify sungguh hebat dan aku tak tau apa selanjutnya yang akan terjadi. Kucoba menghubunginya sepanjang perjalanan pulang namun apa daya mana mungkin Ify mau berbicara denganku.

Sampai kerumah telponku tetap tertuju pada voice note, mungkin itu satu-satunya cara agar Ify bisa mendengar penjelasanku...

“Ify, aku tau kamu marah banget dan mungkin kamu benci banget sama aku sekarang. Aku bener-bener minta maaf Fy, aku gak tau harus ngelakuin apa. Waktu aku tau aku harus bertugas ke Amerika aku udah pengin nolak tapi kamu tau kan itu tanggung jawabnya besar.”

Air mataku mulai jatuh dan suaraku mulai parau.

“Aku gak ada maksud buat bikin kamu sedih. Ini semua diluar dugaan aku. Kemaren waktu aku mau hubungan kita serius, aku bener-bener serius Fy. Aku beneran cinta dan sayang banget sama kamu, aku gak bisa kalo gak ada kamu, tapi kaya yang pernah kamu bilang semua yang terjadi diluar dugan kita. Kalopun ak tau aku bakal pergi aku mana mungkin maenin perasaan kamu dengan ngangkat hubungan kita terus aku jatohin lagi...”

Aku menyeka air mataku, aku benar-benaringin mendengar suara Ify.

“Kak Rio mohon kamu ngerti dan maafin kak Rio. Kita bakal pisah jauh tapi bukan berarti hubungan kita berakhir Fy. Aku gak bakal ngelupain kamu, aku janji. Aku janji aku bakal inget kamu terus, bakal terus kabarin kamu. Inget gak dulu waktu kita jadian? Wakutu aku bilang aku mau jadi yang selalu ada buat kamu? Aku tau aku gak bisa nepatin itu sekarang, tapi aku janji setelah aku pulang nanti aku bakal jadi seutuhnya buat kamu Fy...”

Teringat betul bahagianya aku ketika Ify menerima aku menjadi kekasihnya, dia selalu menganggap aku adalah pria paling tidak romantis untuk momen satu itu, saat aku menyatakan cinta dengan memanjat pohon. Bahkan sampai sekarang dia tetap menghina caraku yang bodoh itu, walaupun aku tau itu momen terbahagia dalam hidupnya, juga dalam hidupku.

Akhirnya kututup telponku, entah Ify akan mendengar pesan suaraku atau tidak, aku berharap ia mendengarnya dan paling penting memaafkanku...

***

Ify’s POV

Tangisanku pecah, aku tidak bisa memejakan mataku. Kumatikan semua handphoneku dan aku tak mau tau apa yang terjadi pada kak Rio sekarang, atau apa yang akan direncanakan oleh teman-temanku. Aneh, ini sungguh aneh. Tadi sore aku bersemangat sekali dan yakin bahwa kak Rio akhirnya akan menanyakanku satu pertanyan yang benar-benar aku tunggu sambil berlutut dihadapanku. Tapi yang ada malah sebaliknya, dia megucapkan kata-kata yang paling aku takutkan. Entah kemana hubungan kami akan berakhir. Aku tau aku sangat egois jika aku melarangnya tapi aku benar-benar tidak sanggup untuk berpisah dengan kak Rio walaupun hanya 3 bulan.

Amerika itu jauh, mana mungkin kak Rio bisa pulang setiap periode waktu tertentu. Aku tahu media sosial saat ini banyak sekali, aku bisa mendengar suaranya, melihat wajahnya. Namun entah kenapa perasaan khawatirku bertambah terus. Aku takut bagaimana dia disana, dengan siapa, apa ada yang menemaninya. Bagaimana kalau dia bertemu ibunya dan cekcok kembali? Bagaimana kalau ada orang lain yang menemaninya, membuatnya tertawa, menenangkan pikirannya, selain aku?

***

Keesokan harinya aku hanya diam dikamar, untung ini hari Minggu. Rasanya belum siap aku menghadapi pekerjaanku dan akan bertemu dengan mereka kembali...

Kulihat handphoneku dan kucoba mengaktifkannya. Beberapa missed call, dan pesan kuterima semua dari teman-emanku, mereka menanyakan keadaanku dan meminta maaf. Satu pesan suara kuterima, dari siapa lagi kalu bukan dari kak Rio. Kuabaikan pesan suara itu. Aku bergegas mandi, dan berganti pakaian lalu kembali duduk mendengarkan apa yang telah di katakan kak Rio yang membuat air mataku jatuh kembali...

Kudengar ketukan pintu kamarku, dengan berat hati kubuka pintu, kulihat mama dengan raut wajah khawatir lalu ia memelukku..

“Stop nangisnya sayang... kamu gak boleh sedih terus. Mama udah tau ceritanya...”

“Mama udah tau?”

“Iya, Sivia barusan kasih tau. Itu mereka dibawah mau nemuin kamu Fy...”

“Bilang aja Ify tidur..” ujarku melepaskan pelukan mama.

“Ify gak boleh gitu, kalo masalah ini tetap didiemin gimana mau selesai. Temen-temen kamu peduli sama kamu Fy, mereka khawatir sama keadaa kamu. Tolong kamu temuin mereka, ngomong baik-baik...”

Aku tertegun, mungkin mama benar. Setelah mendengarkan penjelasan kak Rio dari pesan suara aku mulai berfikir bahwa aku sangat egois, aku harus mendukungnya bukan malah melarangnya. Akhirnya kupersilahkan Sivia, Agni, Shilla untuk menemuiku dikamar.

Shilla langsung mengangis memelukku, diikuti Sivia dan Agni

“Ify maafin kita ya Fy kita beneran gak ada maksud untuk bikin lo tambah sedih. Kita juga tau semuanya bukan dari kak Rio kok. Dia aja gak tau kalo kita susulin kalian berdua semalem.” jelas Sivia panjang lebar.

“Iya Fy... itu inisiatif kita sendiri, kita emang bego banget seharusnya gak ngelakuin itu...” lanjut Agni

“Lo mau kan maafin kita?” tanya Shilla

Aku menghela nafas panjang. “Gue juga minta maaf ya gue gak seharusnya marah-marah duluan. Gue seharusnya tau kalian peduli sama gue...” air mataku kembali menetes, mereka bertiga memelukku.

“Terus sekarang elo mau gimana Fy?” tanya Shilla tiba-tiba.

“Gue gak tau Shill harus gimana. Gue pengen banget kak Rio tetep disini, tapi dia bener dan gue ngerasa egois banget. Dia punya tanggung jawab besar sekarang dan dia gak akan mungkin ninggalin kewajiban dia. Kalian tau kan kak Rio kalo udah urusan sama pekerjaan gimana. Gue bego ya jadi cewek gak bisa dewasa...”

“Ify jangan ngomong gitu. Lo gak bego kok, kalian sama-sama emosi aja...” respon Agni
Aku mengangguk.

“Fy... mereka semua dibawah temuin yuk...” ujar Sivia sambil tersenyum..

“Kak Rio?” tanyaku dan dibalas anggukan oleh ketiganya.

Tanpa berpikir panjang aku langsung berlari kebawah dan memeluk lelakiku... Kupeluk dia dengan erat sambil menangis, dia juga menangis diikuti teman-teman lain yang memperhatikan kami.

“Kak maafin Ify ya kak... Ify salah, Ify egois banget, Ify bodoh banget...”

“Udah Fy udah jangan nyalahin diri kamu. Aku juga minta maaf sama kamu. Kamu maafin aku juga ya...” balas kak Rio juga sambil sesegukan..

Dia menyeka air mataku, dan berusaha tersenyum. Oh Tuhan betapa aku cinta pria ini. Aku tau aku takkan sanggup jauh darinya, tapi inilah yang akan terjadi...

***

Rio’s POV

Hari yang aku benci datang juga. Aku sangat kesal hari ini seharusnya aku dan Ify merayakan 3 tahun perjalanan cinta kami, tapi hari ini jadi kelabu, hari dimana aku akan pergi meninggalkannya.

Sepanjang perjalanan menuju bandara kuperhatikan Ify. Dia berusaha tersenyum, namun aku tau hatinya menangis. Sesampainya dibandara Ify hanya menunduk, aku tak kuasa melihatnya, kupeluk dia erat-erat dan tangisnya pecah dipundakku.

“Kak Rio...” bisik Ify

“Maafin aku Fy... Aku gak bisa ngerayain 3 tahun anniversary kita...” balasku.

Ify melepaskan pelukanku, menghela nafas, dan berusaha tersenyum.

“Udah kak gak papa. Udah kita jangan nangis-nangis lagi ya.. yuk keluar itu temen-temen udah nungguin...”

***

Ify’s POV

Aku harus tegar. Kuperhatikan teman-temanku juga berusaha tersenyum. Hari ini aku akan berpisah dengan kak Rioku...

“Hei akhirnya udah dateng...” kata Alvin

“Udah siap semuanya Yo?” tanya Gabriel

 Kak Rio mengangguk. “Thank you ya udah dateng kesini, gue mohon kalian semua jagain Ify ya...”

Aku hanya tersenyum mendengarnya. 

“Tenang aja Yo, percaya sama kita. Lo juga jaga diri baik-baik ya disana. Kerja yang serius...” nasihat Cakka

“Iya tenang aja. Kalia juga kalo ada apa-apa buaran kabarin gue ya... Kalo sempet gue usahain pulang sekali-sekali deh...”

Mereka semua tersenyum. Kak Rio menatapku dan menggenggam tanganku.

“Kamu jaga diri kamu baik-baik ya Fy. Jangan nakal, kerja yang semangat, jangan berubah, tetep jadi Ifynya kak Rio ya...” dia tersenyum

Aku menghela nafas panjang dan membalas senyumnya. “Kak Rio juga janji disana bakal baik-baik aja. Jangan lupain aku, sering-sering ngabarin. Kak Rio juga jagan berubah, tetep jadi kak Rio yang tegar, yang sabar, kerja yang bener ya kak... Semoga sukses...”

Dia hanya memandangku dan akhirnyakami berpelukan kembali...

I love you, fy....”

And I love you, kak Rio...”

“Ehm...” tegur Cakka dan kami segera melepaskan pelukan kami.

“Hehehe maaf ya bukan mau ganggu, tapi ntar lo malah ketinggalan pesawat lagi...” kata Cakka cengengesan

Kami semua tertawa...

“Ya udah gue pergi dulu ya semua...” 

Kulihat kak Rio dengan senyuman terakhirnya main menjauh dan aku tak kuasa. Aku berlari kembali mengejarnya dan memeluknya... Kami hanya berpelukan dalam diam...

Hey baby udah dong jangan nangis.. kalo kamu nangis gini gimana aku mau pergi..”

“Aku gak mau kamu pergi kak...” kataku pelan

“Aku tau, aku juga gak mau pergi dari kamu...”

Aku memejamkan mataku sejenak dan menatapnya...

“Semua janji kak Rio ke Ify akan tetap berlakukan?” tanyaku

“Sampai kapanpun...” jawab kak Rio

Dengan kecupan terakhir dikeningku kami melepaskan pelukan kami. 

“Nanti kalo udah sampe kabarin aku ya kak...” teriakku, lalu kekasihku pun pergi.

***

Selama perjalanan pulang aku tau teman-temanku memperhatikanku...

“Ify jangan diem aja dong. Kita tau lo sedih tapi kan lo tegar...” kata Sivia

Aku membalasnya dengan senyuman.

“Gue baik-baik aja kok Vi. Makasih ya udah nemenin gue anter kak Rio. Doain gue ya semoga 3 bulan kedepan bakal baik-baik aja...” jawabku

“Pasti kok Fy pasti! Lo gak usah khawatir...” timpal Alvin

***

Keesokan harinya kujalani hari-hariku dengan berusaha semangat, hari ini aku tidak akan melihat wajah dokter Mario dirumah sakit, tidak akan melihat wajahnya yang menyapa pagiku, tidak bisa mendatanginya diruangannya, tidak makan siang bersamanya, dan pulang bersamanya.

Sedih, pasti. Tapi ya memang begitu adanya. Setelah kak Rio sampai di Amerika, dia langsung menelponku semalaman sampai kami berdua tertidur. Dia menceritakan banyak hal disana, dimana dia tinggal disebuah apartment bersama dokter-dokter lain, dan teman-temannya disana. Dari nada bicaranya kak Rio menikmati kehidupan barunya. Dia juga berencana ingin bertemu dengan ibunya, tapi mungkin nanti.

Sesampai dikantor aku langsung mencari Alvin dan Sivia mereka pasti sudah menungguku diruanganku. Namun ada saja hal dipagi hari yang membuatku kesal.

“Eh bisa pakir gak sih...” teriakku dari jendela mobil. Entah mobil siapa ini tak pernah kulihat baru saja menyenggol mobilku. Aku pun keluar untu mememui perusak mood pagiku.

“Woi mobil lo sengaja nyenggol apa gimana nih?” tanyaku ketus

Orang itu keluar dari mobilnya, dari tampangnya dia mengenakan jas putih dokter sama denganku, tapi aku rasa aku belum pernah melihat wajah pria ini.

“Maaf ya maaf saya tadi gak keliatan... maaf saya juga ini buru-buru...”

“Emang lo doang yang buru-buru, lagian kalo parkir tuh kaca mobil dibuka biar keliatan.” balasku

“Iya maaf, maaf banget. Untung mobilnya gak lecet.”

“Masih bisa ngomong untung lo!” bentakku

“Sekali lagi saya minta maaf...”

Aku hanya diam memperhatikannya.

“Lo siapa? Kok gue gak pernah liat..” aku heran
“Eh iya saya dokter baru disini, saya baru dipindahkan untuk bekerja disini...” ujarnya tampak bingung...

“Nama saya Debo, dokter Debo, ahli bedah tulang.” jelasnya terseyum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Minggu, 14 Agustus 2016

Stole My Heart Part 2



“Kalian berdua ngapain lagi disini?” tanyaku sinis.

Kedua orang tuaku terdiam membisu.

“Masih inget rumah? Masih inget aku?” tanyaku sangat kesal.

“Yo mama minta maaf...” jawab ibuku. Wanita paruh baya ini telah mengeluarkan air matanya.

“Papa juga minta maaf Yo...” jawab ayahku.

“Mama papa pikir mudah gitu dengan minta maaf seenaknya. Kemana aja mama papa hampir sebulan. Sebulan Rio gak ada habisnya mikirin kemana orang tua Rio. Asal mama papa tau Rio hampir pingsan dirumah sakit.” jelasku sangat marah.

“Iya Yo itulah papa mama disini sekarang, kami mau menjelaskan semuanya...” jawab ayahku.

“Mama minta maaf nak, nggak ada pernah bermaksud untuk ninggalin kamu tanpa jejak. Mama sama papa udah diskusi tentang masalah kami berdua dan kami udah bikin keputusan...”

Aku terdiam, kutunggu penjelasan kedua orang tuaku.

“Mama papa memutuskan untuk bercerai...” ujar ayahku..

Aku terkejut setengah mati, keputusan macam apa ini.


“Kami udah sepakat untuk bercerai Yo, karena udah gak ada lagi yang bisa mempertahankan hubungan mama sama papa...” lanjut ayahku lagi.

“Kenapa? Kenapa ma? Pa? Kalian udah gak saling cinta? Kalian udah nemu pasangan masing-masing?” tanyaku tak sabar.

“Maafkan kami nak, kami tidak pernah terpikir keadaan akan semakin rumit...” jawab ibuku

“Mama papa gak mikir gimana perasaan Rio kalo kalian berdua cerai? Gimana kehidupan Rio selanjutnya!”

“Maafin mama Yo...” jawabnya sambil menangis.

Aku menghela nafas berkali-kali berusaha untuk menenangkan pikiranku. Aku bingung, sungguh sangat bingung.

“Mama sudah memutuskan untuk pindah dari sini Yo...” lanjut ibuku, “Mama akan pindah ke Amerika...”

“Amerika?” tanyaku sangat kaget.

Ibuku mengangguk. “Sudah tidak ada harapan lagi mama bertahan disini.”

“Gak ma! Gak bisa gitu! Mama kenapa harus pindah ke Amerika? Apa suami mama yang baru tinggal disana? Iya kan!”

Wanita itu hanya terdiam yang membuatku yakin tebakanku benar sekali.

“Jadi mama bakal ninggalin Rio!” timpalku

“Maafin mama nak, mama udah gak sanggup lagi...”

Kami bertiga terdiam...

“Udah sekarang terserah mama papa mau apa. Rio udah gak peduli!!” aku pun berlari kekamarku sambil membanting pintu dengan kesal.

***

Ify’s POV

Lagi-lagi kak Rio mengalami hari yang sangat pahit. Dia telah menceritakan semua kepadaku, betapa hancurnya hidupnya sekarang, semua sudah berbeda.

It’s really a bad life... pikirnya.

Kutemani hari-harinya. Dia berusaha untuk tegar dihadapanku, namun aku tahu dia sangat hancur. Pikirannya kemana-mana, ayahnya menjelaskan bahwa The Gouvent Hospital sepenuhnya diserahkan untuknya dan merupakan tanggung jawabnya. Dokter Albert Haling telah menyatakan perpisahan resmi dirinya dengan seluruh dokter di rumah sakit ini. Beliau juga akan pindah ke Australia bersama kehidupan barunya.

“Kak Rio...” tegurku pelan. Aku sangat takut sekali menegurnya, baru kali ini aku merasa takut seperti ini.

Kak Rio hanya terdiam dikursi kerjanya. Aku bingung harus berbuat apa, dia telah melewatkan makan siang bersama.

“Ini aku beli dari kantin... Kamu makan ya kak...” tawarku.

Masih tidak ada respon. Akhirnya kulangkahkan kaki keluar ruangannya dengan putus asa..
“Ify...”

Aku menoleh kembali mendengar suaranya, memanggilku..

“Kamu sini dulu ya... plis temenin aku makan.”

Dengan senang hati aku mengangguk dan segera duduk disampingnya. Menyuapinya makan dengan perlahan.

“Makasih ya Fy...” ucap Rio singkat.

Aku mengangguk. Sambil ketakutan aku berkata, “Kak udah ya sedihnya. Aku khawatir kak Rio sedih terus gini. Kak Rio harus semangat, bahkan temen-temen yang lain juga khawatir sama kak Rio...

Dia membalas dengan anggukan dan hela napas panjang.

“Iya Fy aku tau. Ini memang sulit banget aku hadapin. Maaf ya aku udah bikin kamu khawatir, jangan capek-capek ngadepin aku ya Fy...” katanya sambil memegang tanganku..

Aku tersenyum, “Gak akan pernah capek kok kak, asalkan kak Rio janji, sedihnya udahan masih banyak yang bisa bikin kakak bahagia kak...”

Dia memelukku... “Makasih sayang...”

***

Dua minggu berlalu, keadaan kak Rio sudah cukup membaik. Aku senang sekali melihatnya, dia kembali bersemangat menghidupkan suasana di rumah sakit ini. Kepemimpinan kak Rio tidak membawa banyak perubahan, walaupun ia masih kesal dengan apa yang dilakukan kedua orang tuanya, ia tetap berfikir untuk apa membalas api dengan api, ia harus bisa melakukan apa yang telah lama diharapkan ayahnya kepadanya untuk menjadi seorang dokter yang tidak cuma handal, tetapi berwibawa.

“Kak Rio...” tegurku. Aku heran dia sering melamun akhir-akhir ini...

“Eh iya kenapa? Kamu tadi ngomong apa?” tanyanya.

“Tuh kan gak dengerin aku ngomong. Kamu mikirin apa sih kak sampe melamun gitu...” jawabku manyun

Kak Rio menghela napas. “Maaf ya sayang, ini tadi mikirin kerjaan ada yang belum selesai...” 

Terbaca raut kebohongan diwajahnya. Tapi ya sudahlah aku gak mau bikin masalah jadi panjang...

“Oh gitu. Jangan terus-terus mikirin kerjaan dong boss!” jawabku tersenyum

Kak Rio ikut tersenyum.

***

Rio’s POV

‘Gimana caranya ngomong ke Ify ya...’ gumamku dalam hati.

Pekerjaanku makin banyak, tanggung jawab sebagai pemilik rumah sakit ternyata melebihi kemampuanku. Perkerjaan ayah juga banyak yang belum terselesaikan dan membuat aku harus melanjutkannya.

Satu. Satu pekerjaan yang membuatku sangat bingung bagaimana aku akan melakukannya. Bagaimana aku harus bertanggung jawab atas pekerjaan ini. Bagaimana aku harus meninggalkan kehidupanku disini. Bagaimana aku harus meninggalkan Ify...

Aku tidak mungkin meninggalkan Ify sendiri disini, walapun hanya untuk sementara waktu. Tapi pekerjaan ini memaksaku, memaksaku untuk menjadikan rumah sakit ini lebih baik. Tapi apa tidak ada cara lain? pikirku. Haruskah 3 bulan kedepan aku menjalankan kehidupan di negara orang lain? Meninggalkan Indonesia, teman, sahabat, dan Ify...

Ya aku bisa bertemu mama di Amerika, tapi apa aku sanggup menemuinya? Walaupun dia telah jahat padaku tapi dia masih ibuku. Aku menyayanginya. Tapi apa aku sanggup bertemu dengannya dan calon ayah tiriku?

***

Aku benar-benar bingung, bahkan hari ini aku lebih banyak duduk di ruanganku daripada menangani pasien. Ingin kuceritakan pada Alvin dan meminta pendapatnya apa yang harus aku lakukan? Begitupula dengan Cakka dan Gabriel. Kurasa aku harus menceritakan ini kepada mereka, mereka sahabatku. Mereka pasti bisa mencarikanku solusi bagaimana aku harus membicarakan ini kepada Ify. Bagaimana dengan sahabat-sahabat Ify? Haruskah aku menceritakan kepada mereka bertiga juga?
Suara ketukan pintu membangunkanku dalam lamunan.

Kulihat senyuman gadis cantik didepanku. Aku membalas senyumnya sambil berfikir bagaimana bisa hari-hariku akan dihiasi tanpa senyuman itu.

“Kak Rio kok daritadi disini mulu?” tanya Ify

“Iya Fy ini banyak yang mash harus diselesain...” jawabku pasrah.

Ify mendekatiku dia tersenyum. “Kak jangan dipaksa terus kerjanya, istirahat dong. Pulang nanti mau gak temenin aku ke supermarket? Disuruh mama belanja nih...”

Aku tersenyum. “Iya boleh kok...” jawabku. Tak apalah sekali-sekali aku menemani Ify belanja, hitung-hitung menghilangkan stress ku dan menghabiskan waktu bersamanya sebelum aku mungkin akan pergi.

***

Ify’s POV

Aku tak bisa menyembunyikan senyumku diperjalanan ke supermarket ini. Senang rasanya bisa melihat kak Rio yang semangat bekerja tapi dia juga tak melupakanku. Sudah jarang sekali kami menghabiskan waktu berdua, apalagi untuk berjalan-jalan di mall.

“Senyum-senyum sendiri nih ye...” tegur kak Rio jahil.

“Nggak kok, kata siapa...” jawabku

“Ah kamu gak bisa boong sama aku Fy, bilang aja seneng kan bisa jalan-jalan bareng aku...”

“Ih kak Rio apaan ih kayak anak abg aja...” ujarku salah tingkah.

Dia tersenyum, kuperhatikan wajah tampannya sejenak sebelum menunduk karena aku tau mungkin wajahku sudah merah bagai tomat segar saat ini...

“Disuruh belanja apa Fy?” tanya kak Rio sesaat setelah kami sampai di supermarket.

“Banyak nih, keperluan dapur, minyak goreng, terigu, kecap, garem halus. Terus detergen, shampo, sabun...” jawabku sambil membacakan list belanja yang dititipkan mama.

“Ya udah yuk sekalian aku mau belanja juga, kayaknya sabun mandi udah abis deh sama sabun cuci muka juga...” katanya.

***

Setelah semua belanjaan kami beli, kami memutusan untuk makan bakso di mall itu.

Kuperhatikan raut wajah kak Rio yang sedikit bingung entah pikirannya melayang kemana.

“Kak... bengong mikirin apa sih?” tanyaku tiba-tiba.

“Eh nggak kok... nggak mikirin apa-apa...” jawabnya cepat dan tersenyum.

Aku tau senyum itu dipaksakan, dan aku mulai curiga kak Rio menyembunyikan sesuatu dariku.

“Beneran?”

Dia mengangguk. “Iya gak mikirin apa-apa kok Fy.”

“Jangan bilang mikirin kerjaan lagi. Udahan dong kak, ini kita di mall bukan di rumah sakit..”

“Iya gak mikirin kerjaan kok. Aku mikirin kamu..” jawabnya jahil

“Huuu gombal, mulai deh!”

“Lah kamu gimana mikirin kerjaan salah, mikirin kamu salah juga...”

Aku menjulurkan lidahku. “Iya deh terserah kak Rio. Abis ini mau kemana?”

“Mumpung masih jam segini, kita nonton yuk Fy.. Udah lama gak nonton.”

“Emang ada film bagus?”

“Kita liat aja nanti, ada film apa. Aku bosen di rumah soalnya.

Aku menyetujui ajakan kak Rio. Sayangnya tidak ada film yang menarik hari ini, satu-satunya film yang cukup banyak peminatnya hanyalah satu film horror. Kak Rio tau sekali bagaimana aku jika menonton film horror, pernah waktu ini kami menonton bersama dirumah kak Rio, sepanjang film au hanya menutup mukaku dengan bantal saking takutnya..

“Batal aja yuk kak...” ajakku ketakutan..

“Eh jangan dong. Kata Gabriel film ini bagus kok...” ajaknya, dia pasti sengaja untuk mengerjaiku.

“Daripada nanti aku teriak seisi bioskop gimana? Kan kamu yang malu kak!” jawabku manyun

“Hhehee ya udah kamu tidur aja biar aku yang nonton.”

“Rugi dong!” jawabku cukup kesal.

Akhirnya apa boleh buat aku akan menonton film ini, dari awal menit pertama film aku sudah memeluk erat lengan kak Rio saking takutnya.

“Filmnya aja belum mulai neng, gimana kalo setannya muncul...” ledek kak Rio

“Terserah kamu ah mau bilang apa! Pokoknya kalo ntar malem aku gak bisa tidur aku telponin terus kamu kak!” jawabku

Kak Rio hanya tertawa. 

***

Tak terasa hari kencan dadakan ini cepat berlalu. Sesampai dirumah aku segera memberikan semua belanjaan kepada mama, dan langsung menuju kamarku untuk beristirahat. Perasaanku masih campur aduk antar senang menghabiskan waktu bersama kak Rio dan takut akan film horror.

Aku terkejut mendengar nada dering handphoneku sendiri.

Dengan menghela nafas panjang, ku sahuti suara kak Rio di seberang sana.


“Hallo cantik... Gimana udah istirahat?”

“Ini baru mau istirahat kok. Kamu ngagetin aja kak.”

“Hehehe pasti masih keinget film tadi ya...” tebak kak Rio

“Tuh kan kamu... udah ah jangan ingetin lagi!” protesku

“Iya iyaaaa... yaudah kamu tidur sana pikirin aku aja biar mimpinya aku bukan setan yang tadi...” jawabnya terkikik

“Kak Riooo!!”

Dia semakin tertawa...

“Ampun ampun Fy... Udah kamu siap-siap tidur yuk, gimana kalo aku nyanyiin biar tidurnya cepet? Biar gak kepikiran lagi sama...”

“Stop! Iya udah nyanyiin aja ya jangan bahas film lagi...” kataku..

Terdengar alunan gitar yang dimainkan kak Rio, dan aku menungu suara merdunya...

***

Rio’s POV

“Kapanpun mimpi terasa jauh.
Oh ingatlah sesuatu.
Ku akan selalu jadi sayap pelindungmu.
Saat duniamu mulai pudar.
Dan kau merasa hilang.
Ku akan selalu jadi sayap pelindungmu..”
(Sayap Pelindungmu – The Overtunes)

“Ify... udah tidur?” kutanya bidadariku masih lewat telpon...

Tak terdengar lagi suaranya, yang terdengar hanya dengkuran kecil menandakan bahwa ia sudah terlelap. Aku tersenyum senang akhirnya ia sudah tidur duluan, baru sekarang aku bisa tidur pulas juga. Karena dari tadi aku khawatir dengan efek film horror yang telah kami tonton tadi.
I love you, Ify...” bisikku

***

Akhirnya kuputuskan untuk menceritakan semua yang kugalaukan kepada Alvin, Gabriel, dan Cakka. Mereka pun terkejut sama bingungnya.

“Ini beneran Yo?” tanya Cakka.

Aku mengangguk. “Gue juga gak tau harus gimana Cak, disatu sisi gue gak bisa nolak tugas ini, disisi lain gue gak mau ninggalin Ify...” 

“Aduh susah juga ya, kita kan tau Ify orangnya gimana. Lo sakit aja khawatirnya setengah mampus, banyakan diemnya. Apalagi klo lo gak ada...” timpal Gabriel.

“Disitulah bingungnya gue Yel. Gue gak bisa mikir gimana hidup gue tanpa Ify, gimana hidup Ify tanpa gue, pasti sulit kan. Gimana coba kalo kalian dipossi gue...”

Alvin yang dari tadi diam akhirnya angkat bicara.

“Tapi kan ini cuman sementara Yo. Memang susah sih kalo gue jadi elo juga gue gak bakal sanggup, tapi mau gimana lagi toh kalian berdua udah dewasa keadaan gak bakal selalu ngedukung rencana kita Yo. Gue harap sih elo sama Ify bakal nerima keterpaksaan ini dan yah tentunya harus tetep jaga hubungan kalian.”

Aku mengangguk mendengar penjelasan Alvin, dia benar sekali.

“Sebaiknya lo cepet ngomong sama Ify, sebelum dia tau dari yang lain...”

“Iya guys, thanks ya. Iya gue mau ngomong segera sama Ify, doain gue ya...”

***

Akhirnya hari ini aku memutuskan untuk berbicara dan menjelaskan semuanya kepada Ify. Aku bingung untuk mulai darimana, dirumah aku latihan terus menerus sampai pusing sendiri.

Kuhela nafas panjang sebelum menemui Ify diruang kerjanya hari ini.

“Ify... boleh ngomong sebentar...” kataku gugup.

Ify tampak bingung. “Ngomong apa kak? Ngomong aja...”

Aku hanya terdiam, kutatap mata gadis itu penuh dengan rasa penasaran..

“Hei! Katanya mau ngomong...” tegur Ify sedikit tertawa..

“Eh iya... ini, aku... malem ini jam 7 aku jemput ya...” jawabku cepat

Ify mengerutkan keningnya tampak bingung...

“Malem ini, jam 7 aku jemput kerumah kamu...” ucapku perlahan.

“Emang mau kemana?” tanyanya lagi

“Mau ngajakin kamu makan malem. Jangan lupa ya Fy...” aku melangkahkan kakiku keluar ruangan itu dengan sedikit tergesa-gesa. Ya Tuhan, apa lagi selanjutnya yang akan kulakukan...

***

Ify’s POV

Kak Rio pergi meninggalkan ruanganku, wajahnya tampak cemas membuatku kebingungan. Dia berbicara terbata-bata tadi mengajakku makan malam hari ini. Aku senang tapi sedikit bingung ada apa gerangan tiba-tiba kak Rio menghampiriku. Kenapa tidak sepulang kerja saja dia berbicara...

Aku mengangkat kedua bahuku, liha saja nanti apa yang akan dibicarakan kak Rio. Atau jangan-jangan.... Ah sudahlah tak mungkin, ini terlalu cepat. Tak kusadari pipiku mulai memerah.

Saat pulang kerja pun dimobil kami hanya berdiam-diaman. Biasanya kak Rio suka sekali menggodaku saat aku senyum-senyum sendiri begini. Aku tidak bisa menyembunyikan perasaan senangku karena penasaran apa yang akan dibicarakan kak Rio malam ini.

Sesampainya dirumah...

“Ify turun dulu ya kak..” kataku

Ia mengangguk. “Jangan lupa ya Fy nanti malem jam 7...” ujarnya tersenyum

“Iya...” jawabku.

***

Kubandingkan tubuh lelahku dikasur masih sambil tersenyum. Kulihat waktu sudah menunjukkan jam setengah lima sore, masih ada cukup waktu untukku bersiap-siap. Pikiranku kemana-mana, bagaimana jika kak Rio benar-benar melakukannya malam ini? Bagaimana aku menjawabnya? Yang aku tahu pasti aku akan menangis saking harunya, tapi aku harus tetap tampil oke malam ini, menemui pangeranku...

Degan waktu singkat aku mengajak ketiga sahabatku untuk videocall bersama, menceritakan tentang kegalauan dan kesenanganku hari ini...

“Gue bingung nih gimana... saran dong. Hehehe jadi kesannya gue ge-er banget ya...” ujarku kepada mereka.

“Ketauan banget ge-ernya Fy...” kata Sivia

“Semoga beruntung deh Fy..” lanjut Shilla dengan tersenyum kecil, sementara Agni hanya tersenyum.

“Kok kalian gak excited kaya gue sih. Emang gak boleh ya ke ge-eran...” protesku bingung

“Bukannya gak boleh Fy, tapi maksudnya jangan terlalu ngarep juga...” jawab Agni tampak ragu-ragu.

“Iya gue tau kok... semoga baik-baik aja nantinya. Gue pakek mascara sama eyeliner yg waterproof buat malem ini hehe, just in case...” jawabku malu-malu

Sivia tersenyum, tapi tampak seperti dipaksakan.

Dengan obrolan-obrolan kecil kami menyudahi videocall karena aku harus segera bersiap-siap.

***

Sivia’s POV

“Gimana nih guys, gue pengen banget kash tau Ify...” ujarku ketakutan. Ify telah meyudahi videocall, namun aku, Shilla , dan Agni melanjutknnya dan jadi semakin bngung.

“Iya gue juga bingung nih gimana. Dia udah seneng banget gitu... gue gak sanggup bayanginnya..” lanjut Shilla

“Yaudah gimana kalo kita semua nyusulin Ify kesana, kita udah tau keadaan bakal pecah kalo Ify sama kak Rio udah berantem.” usul Agni

Akhirnya aku dan Shilla setuju, begitu pula dengan pcar-pacar kami. Tanpa sepengetahuan Ify dan kak Rio kami menuju lokasi yang sama. Aku, Shilla, dan Agni telah diceritakan oleh pacar-pacar kami tentang apa yang akan dibicarakan kak Rio kepada Ify malam ini. Sebenarnya aku ingin sekali memberitahu sahabatku itu, tapi sebaiknya memang kak Rio langsung yang memberitahunya, mudah-mudahan Ify bisa terima.

***

Rio’s POV

Sesampai dirumah Ify betapa terkejutnya aku melihat gadisku ini. Dengan balutan dress berwarna lilac dia berjalan menuruni tangga, ditambah tatanan rambutnya yg tergerai dengan pita kecil disisi kanan rambutnya membuatku tak bisa mengedipkan mataku.

“Hai...” sapa Ify

Aku tersenyum, kusambut tangan gadisku. Tak lupa berpamitan kepada kedua orang tuanya kami pun pergi.

“Kita mau kemana kak?” tanya Ify

Aku hanya tersenyum kecil. Bodoh. Aku bodoh pikirku. Bagaimana aku bisa membuat wanita secantik ini akan menangis malam ini. Aku bodoh sekali.

Akhirnya kami sampai ditempat yang telah kurencanakan. Kupersilahkan Ify duduk dan memesan makanan untuk kami berdua.

“Fy sebenernya ada yang mau aku omongin serius...” ucapku memulai. Detak jantungku terasa cepat sekali, berkali-kali aku menghela nafas panjang dan bingung bagaimana memulainya.

“Ngomong aja, kenapa sih kak Rio kaya kebingungan gitu...” jawabnya tersenyum mencairkan suasana.

“Iya aku bingung mulai darimana...”

Ify memegang tanganku sambil tersenyum. Oh Tuhan dia cantik sekali, ingin kubatalkan niatku untuk membicarakan hal ini padanya, tapi mana mungkin.

Dengan sentuhan Ify aku merasa cukup tenang... kutarik nafas panjangku sekali lagi.

“Sebelumnya kak Rio ma minta maaf dulu. Ify dengerin penjelasan ka Rio dulu ya. Jangan dipotong.”

Ify mengangguk cepat saking penasarannya.

“Jadi kita kan udah pacaran serius, udah hampir 3 tahun. Aku sayang sama kamu Fy, sayang banget, aku gak tau gimana aku kalo gak ada kamu..”

Ify menatapku dengan seksama dengan senyuman manisnya...

“Tapi aku mau minta maaf karena mungkin aku gak bisa terus-terusan ada disisi kamu...” lanjutku sambil menunduk

Kulihat Ify perlahan-lahan senyumnya memudar.

“Maksudnya?” tanya Ify setengah berbisik.

Sekali lagi kutarik nafas panjang...

“Bulan depan aku harus pergi, aku dikasih tugas untuk ke Amerika selama 3 bulan kedepan. Tugas ini ngelanjutin tugas papa yang pernah tertunda.” jelasku

Kulihat mata yag cantik itu mulai berkaca-kaca. Kupegang erat tangannya sebelum mungkin ia akan menepis tanganku.

“Maafin aku Fy. Aku juga gak mau ninggalin kamu disini, tapi disisi lain aku gak mungkin nolak tugas ini, karena ini kewajiban aku..” jelasku. Aku tak kuasa berbicara dnegan menatap Ify yang sudah meneteskan air mata di pipinya.

“3 bulan? Amerika?” tanyanya sambil tersedak.

Aku mengangguk. “Plis kamu jangan marah Fy... plis...”

Ify tersedak akan tangisnya, ia melepaskan tanganku.

“Kak Rio tau gak sih gimana senengnya aku pas kamu bilang mau punya hubungan yang lebih serius untuk kita? Kamu tau gak betapa senengnya aku akhir-akhir ini kita deket banget? Waktu aku nemenin kamu dirumah? Masakin makanan buat kamu? Atu waktu kamu nemein aku belanja sampe kamu nyanyiin aku sebelum tidur?”

“Ify...”

“Sekarang kak Rio mau ninggalin aku? Iya?” dari nada bicaranya Ify sangat marah.

“Terus sekarang apa, ngajakin aku makan malem romantis demi bikin aku sedih?”

“Ify plis dengerin dulu... aku gak mau ninggalin kamu Fy... tapi...”

“Aku juga gak mau kamu pergi kak! Terserah kamu mau bilang aku egois atau apa, tapi gak gini caranya. Kamu pergi 3 bulan di negara yang jauh, gimana kalo kamu lupa sama aku?”

“Aku gak bakal lupain kamu Fy...” tegasku

“Apa kamu bisa jamin? Inget dulu waktu kamu sempet pergi 1 minggu keluar kota? Kita berantemkan masalah orang ketiga? Gimana nanti keluar negeri?”

Aku terdiam, aku tidak tau apa yang harus aku lakukan untuk menghentikan air mata Ify. Tanpa pikir panjang aku berdiri dari kursiku dan langsung memeluk Ify ditanganku. Dia merontah tapi aku tetap memeluknya...

***

Ify’s POV

Tangisanku tak berhenti ketika kak Rio memelukku, aku marah sekali padanya tapi aku tak bisa melepaskan pelukan ini, pelukan yang mungkin tidak akan pernah kurasakan lagi. Aku berusaha berhenti dalam tangisku, dengan sesegukan aku berusaha bicara.

“Lepasin aku kak...” ucapku lemas

“Gak Fy, aku gak akan lepasin kamu kalo kamu gak maafin aku.” balasnya

“Lepasin aku!” ucapku lebih keras, kulepaskan tanganku dari pelukannya dan menjauh darinya...

“Ify...” panggil kak Rio

“Udah kak gak ada yang bisa diomongin lagi, toh ujung-ujungnya kamu juga bakal pergi.” tanpa pikir panjang aku berlari meninggalakan kak Rio.

Kudengar suaranya memanggil-manggilku dan menyusulku.

Sampi dipinggir jalan segera kupanggil taksi, namun tiba-tiba Sivia, Agni, Shilla, Alvin, Cakka, dan Gabriel sudah ada didepanku..

“Ify...” tegur Sivia

Aku terkejut melihat mereka, apa yang mereka lakukan disini.

“Ngapain kalian? Oh jangan-jngan kalian udah tau kejadian ini kan? Iya kan?!!!” bentakku sambil menangis kupaksakan tertawa akan terlihat tegar, aku tau aku lemah sekali dan merasa kalah. Tapi begitu sakit hatinya aku melihat sahabat-sahabatku tega menyembunyikan ini dariku.

“Ify tolong stop, tolong dengerin kita dulu...” jawab Shilla

“Halah udah cukup ngomong apa-apa sama gue. Seneng kan kalian ngeliat gue gini? Ngeliat gue hancur gini?”

“Ify plis...” timpal Agni menghampiriku dan memegang tanganku.

Ku hempiskan tangannya.

“Udah Ag! Jangan deketin gue, gue udah capek, gue capek ngadepin masalah gue didalem, ditambah kalian disini mending udah gak usah pikirin gue lagi. Makasih semuanya, at least mascara sama eyeliner waterproof ini berguna!” jeritku

Aku berlari, kak Rio masih memanggilku, cepat-cepat kupanggil taksi dan menaikinya. Kutinggalkan mereka semua disana, kutinggalkan kak Rio yang telah lebih dulu berniat meninggalkanku...

***

Rio’s POV

Entah kenapa sahabat-sahabatku sudah ada disini, aku benar-benar tidak bisa berpikir lagi. Pertengkaranku dengan Ify sungguh hebat dan aku tak tau apa selanjutnya yang akan terjadi. Kucoba menghubunginya sepanjang perjalanan pulang namun apa daya mana mungkin Ify mau berbicara denganku.

Sampai kerumah telponku tetap tertuju pada voice note, mungkin itu satu-satunya cara agar Ify bisa mendengar penjelasanku...

“Ify, aku tau kamu marah banget dan mungkin kamu benci banget sama aku sekarang. Aku bener-bener minta maaf Fy, aku gak tau harus ngelakuin apa. Waktu aku tau aku harus bertugas ke Amerika aku udah pengin nolak tapi kamu tau kan itu tanggung jawabnya besar.”

Air mataku mulai jatuh dan suaraku mulai parau.

“Aku gak ada maksud buat bikin kamu sedih. Ini semua diluar dugaan aku. Kemaren waktu aku mau hubungan kita serius, aku bener-bener serius Fy. Aku beneran cinta dan sayang banget sama kamu, aku gak bisa kalo gak ada kamu, tapi kaya yang pernah kamu bilang semua yang terjadi diluar dugan kita. Kalopun ak tau aku bakal pergi aku mana mungkin maenin perasaan kamu dengan ngangkat hubungan kita terus aku jatohin lagi...”

Aku menyeka air mataku, aku benar-benaringin mendengar suara Ify.

“Kak Rio mohon kamu ngerti dan maafin kak Rio. Kita bakal pisah jauh tapi bukan berarti hubungan kita berakhir Fy. Aku gak bakal ngelupain kamu, aku janji. Aku janji aku bakal inget kamu terus, bakal terus kabarin kamu. Inget gak dulu waktu kita jadian? Wakutu aku bilang aku mau jadi yang selalu ada buat kamu? Aku tau aku gak bisa nepatin itu sekarang, tapi aku janji setelah aku pulang nanti aku bakal jadi seutuhnya buat kamu Fy...”

Teringat betul bahagianya aku ketika Ify menerima aku menjadi kekasihnya, dia selalu menganggap aku adalah pria paling tidak romantis untuk momen satu itu, saat aku menyatakan cinta dengan memanjat pohon. Bahkan sampai sekarang dia tetap menghina caraku yang bodoh itu, walaupun aku tau itu momen terbahagia dalam hidupnya, juga dalam hidupku.

Akhirnya kututup telponku, entah Ify akan mendengar pesan suaraku atau tidak, aku berharap ia mendengarnya dan paling penting memaafkanku...

***

Ify’s POV

Tangisanku pecah, aku tidak bisa memejakan mataku. Kumatikan semua handphoneku dan aku tak mau tau apa yang terjadi pada kak Rio sekarang, atau apa yang akan direncanakan oleh teman-temanku. Aneh, ini sungguh aneh. Tadi sore aku bersemangat sekali dan yakin bahwa kak Rio akhirnya akan menanyakanku satu pertanyan yang benar-benar aku tunggu sambil berlutut dihadapanku. Tapi yang ada malah sebaliknya, dia megucapkan kata-kata yang paling aku takutkan. Entah kemana hubungan kami akan berakhir. Aku tau aku sangat egois jika aku melarangnya tapi aku benar-benar tidak sanggup untuk berpisah dengan kak Rio walaupun hanya 3 bulan.

Amerika itu jauh, mana mungkin kak Rio bisa pulang setiap periode waktu tertentu. Aku tahu media sosial saat ini banyak sekali, aku bisa mendengar suaranya, melihat wajahnya. Namun entah kenapa perasaan khawatirku bertambah terus. Aku takut bagaimana dia disana, dengan siapa, apa ada yang menemaninya. Bagaimana kalau dia bertemu ibunya dan cekcok kembali? Bagaimana kalau ada orang lain yang menemaninya, membuatnya tertawa, menenangkan pikirannya, selain aku?

***

Keesokan harinya aku hanya diam dikamar, untung ini hari Minggu. Rasanya belum siap aku menghadapi pekerjaanku dan akan bertemu dengan mereka kembali...

Kulihat handphoneku dan kucoba mengaktifkannya. Beberapa missed call, dan pesan kuterima semua dari teman-emanku, mereka menanyakan keadaanku dan meminta maaf. Satu pesan suara kuterima, dari siapa lagi kalu bukan dari kak Rio. Kuabaikan pesan suara itu. Aku bergegas mandi, dan berganti pakaian lalu kembali duduk mendengarkan apa yang telah di katakan kak Rio yang membuat air mataku jatuh kembali...

Kudengar ketukan pintu kamarku, dengan berat hati kubuka pintu, kulihat mama dengan raut wajah khawatir lalu ia memelukku..

“Stop nangisnya sayang... kamu gak boleh sedih terus. Mama udah tau ceritanya...”

“Mama udah tau?”

“Iya, Sivia barusan kasih tau. Itu mereka dibawah mau nemuin kamu Fy...”

“Bilang aja Ify tidur..” ujarku melepaskan pelukan mama.

“Ify gak boleh gitu, kalo masalah ini tetap didiemin gimana mau selesai. Temen-temen kamu peduli sama kamu Fy, mereka khawatir sama keadaa kamu. Tolong kamu temuin mereka, ngomong baik-baik...”

Aku tertegun, mungkin mama benar. Setelah mendengarkan penjelasan kak Rio dari pesan suara aku mulai berfikir bahwa aku sangat egois, aku harus mendukungnya bukan malah melarangnya. Akhirnya kupersilahkan Sivia, Agni, Shilla untuk menemuiku dikamar.

Shilla langsung mengangis memelukku, diikuti Sivia dan Agni

“Ify maafin kita ya Fy kita beneran gak ada maksud untuk bikin lo tambah sedih. Kita juga tau semuanya bukan dari kak Rio kok. Dia aja gak tau kalo kita susulin kalian berdua semalem.” jelas Sivia panjang lebar.

“Iya Fy... itu inisiatif kita sendiri, kita emang bego banget seharusnya gak ngelakuin itu...” lanjut Agni

“Lo mau kan maafin kita?” tanya Shilla

Aku menghela nafas panjang. “Gue juga minta maaf ya gue gak seharusnya marah-marah duluan. Gue seharusnya tau kalian peduli sama gue...” air mataku kembali menetes, mereka bertiga memelukku.

“Terus sekarang elo mau gimana Fy?” tanya Shilla tiba-tiba.

“Gue gak tau Shill harus gimana. Gue pengen banget kak Rio tetep disini, tapi dia bener dan gue ngerasa egois banget. Dia punya tanggung jawab besar sekarang dan dia gak akan mungkin ninggalin kewajiban dia. Kalian tau kan kak Rio kalo udah urusan sama pekerjaan gimana. Gue bego ya jadi cewek gak bisa dewasa...”

“Ify jangan ngomong gitu. Lo gak bego kok, kalian sama-sama emosi aja...” respon Agni
Aku mengangguk.

“Fy... mereka semua dibawah temuin yuk...” ujar Sivia sambil tersenyum..

“Kak Rio?” tanyaku dan dibalas anggukan oleh ketiganya.

Tanpa berpikir panjang aku langsung berlari kebawah dan memeluk lelakiku... Kupeluk dia dengan erat sambil menangis, dia juga menangis diikuti teman-teman lain yang memperhatikan kami.

“Kak maafin Ify ya kak... Ify salah, Ify egois banget, Ify bodoh banget...”

“Udah Fy udah jangan nyalahin diri kamu. Aku juga minta maaf sama kamu. Kamu maafin aku juga ya...” balas kak Rio juga sambil sesegukan..

Dia menyeka air mataku, dan berusaha tersenyum. Oh Tuhan betapa aku cinta pria ini. Aku tau aku takkan sanggup jauh darinya, tapi inilah yang akan terjadi...

***

Rio’s POV

Hari yang aku benci datang juga. Aku sangat kesal hari ini seharusnya aku dan Ify merayakan 3 tahun perjalanan cinta kami, tapi hari ini jadi kelabu, hari dimana aku akan pergi meninggalkannya.

Sepanjang perjalanan menuju bandara kuperhatikan Ify. Dia berusaha tersenyum, namun aku tau hatinya menangis. Sesampainya dibandara Ify hanya menunduk, aku tak kuasa melihatnya, kupeluk dia erat-erat dan tangisnya pecah dipundakku.

“Kak Rio...” bisik Ify

“Maafin aku Fy... Aku gak bisa ngerayain 3 tahun anniversary kita...” balasku.

Ify melepaskan pelukanku, menghela nafas, dan berusaha tersenyum.

“Udah kak gak papa. Udah kita jangan nangis-nangis lagi ya.. yuk keluar itu temen-temen udah nungguin...”

***

Ify’s POV

Aku harus tegar. Kuperhatikan teman-temanku juga berusaha tersenyum. Hari ini aku akan berpisah dengan kak Rioku...

“Hei akhirnya udah dateng...” kata Alvin

“Udah siap semuanya Yo?” tanya Gabriel

 Kak Rio mengangguk. “Thank you ya udah dateng kesini, gue mohon kalian semua jagain Ify ya...”

Aku hanya tersenyum mendengarnya. 

“Tenang aja Yo, percaya sama kita. Lo juga jaga diri baik-baik ya disana. Kerja yang serius...” nasihat Cakka

“Iya tenang aja. Kalia juga kalo ada apa-apa buaran kabarin gue ya... Kalo sempet gue usahain pulang sekali-sekali deh...”

Mereka semua tersenyum. Kak Rio menatapku dan menggenggam tanganku.

“Kamu jaga diri kamu baik-baik ya Fy. Jangan nakal, kerja yang semangat, jangan berubah, tetep jadi Ifynya kak Rio ya...” dia tersenyum

Aku menghela nafas panjang dan membalas senyumnya. “Kak Rio juga janji disana bakal baik-baik aja. Jangan lupain aku, sering-sering ngabarin. Kak Rio juga jagan berubah, tetep jadi kak Rio yang tegar, yang sabar, kerja yang bener ya kak... Semoga sukses...”

Dia hanya memandangku dan akhirnyakami berpelukan kembali...

I love you, fy....”

And I love you, kak Rio...”

“Ehm...” tegur Cakka dan kami segera melepaskan pelukan kami.

“Hehehe maaf ya bukan mau ganggu, tapi ntar lo malah ketinggalan pesawat lagi...” kata Cakka cengengesan

Kami semua tertawa...

“Ya udah gue pergi dulu ya semua...” 

Kulihat kak Rio dengan senyuman terakhirnya main menjauh dan aku tak kuasa. Aku berlari kembali mengejarnya dan memeluknya... Kami hanya berpelukan dalam diam...

Hey baby udah dong jangan nangis.. kalo kamu nangis gini gimana aku mau pergi..”

“Aku gak mau kamu pergi kak...” kataku pelan

“Aku tau, aku juga gak mau pergi dari kamu...”

Aku memejamkan mataku sejenak dan menatapnya...

“Semua janji kak Rio ke Ify akan tetap berlakukan?” tanyaku

“Sampai kapanpun...” jawab kak Rio

Dengan kecupan terakhir dikeningku kami melepaskan pelukan kami. 

“Nanti kalo udah sampe kabarin aku ya kak...” teriakku, lalu kekasihku pun pergi.

***

Selama perjalanan pulang aku tau teman-temanku memperhatikanku...

“Ify jangan diem aja dong. Kita tau lo sedih tapi kan lo tegar...” kata Sivia

Aku membalasnya dengan senyuman.

“Gue baik-baik aja kok Vi. Makasih ya udah nemenin gue anter kak Rio. Doain gue ya semoga 3 bulan kedepan bakal baik-baik aja...” jawabku

“Pasti kok Fy pasti! Lo gak usah khawatir...” timpal Alvin

***

Keesokan harinya kujalani hari-hariku dengan berusaha semangat, hari ini aku tidak akan melihat wajah dokter Mario dirumah sakit, tidak akan melihat wajahnya yang menyapa pagiku, tidak bisa mendatanginya diruangannya, tidak makan siang bersamanya, dan pulang bersamanya.

Sedih, pasti. Tapi ya memang begitu adanya. Setelah kak Rio sampai di Amerika, dia langsung menelponku semalaman sampai kami berdua tertidur. Dia menceritakan banyak hal disana, dimana dia tinggal disebuah apartment bersama dokter-dokter lain, dan teman-temannya disana. Dari nada bicaranya kak Rio menikmati kehidupan barunya. Dia juga berencana ingin bertemu dengan ibunya, tapi mungkin nanti.

Sesampai dikantor aku langsung mencari Alvin dan Sivia mereka pasti sudah menungguku diruanganku. Namun ada saja hal dipagi hari yang membuatku kesal.

“Eh bisa pakir gak sih...” teriakku dari jendela mobil. Entah mobil siapa ini tak pernah kulihat baru saja menyenggol mobilku. Aku pun keluar untu mememui perusak mood pagiku.

“Woi mobil lo sengaja nyenggol apa gimana nih?” tanyaku ketus

Orang itu keluar dari mobilnya, dari tampangnya dia mengenakan jas putih dokter sama denganku, tapi aku rasa aku belum pernah melihat wajah pria ini.

“Maaf ya maaf saya tadi gak keliatan... maaf saya juga ini buru-buru...”

“Emang lo doang yang buru-buru, lagian kalo parkir tuh kaca mobil dibuka biar keliatan.” balasku

“Iya maaf, maaf banget. Untung mobilnya gak lecet.”

“Masih bisa ngomong untung lo!” bentakku

“Sekali lagi saya minta maaf...”

Aku hanya diam memperhatikannya.

“Lo siapa? Kok gue gak pernah liat..” aku heran
“Eh iya saya dokter baru disini, saya baru dipindahkan untuk bekerja disini...” ujarnya tampak bingung...

“Nama saya Debo, dokter Debo, ahli bedah tulang.” jelasnya terseyum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar