Minggu, 14 Agustus 2016

Stole My Heart Part 1

Ify’s POV

‘Kasian banget Kak Rio, sampe gak konsen kerja hari ini. Ya bagus deh bisa pulang duluan yang penting dia bisa istirahat...’ gumamku. Kupandangi wajah pria yang sudah hampir 3 tahun bersamaku, matanya terpejam, terdengar dengkuran kecil dari napasnya. Senyumku terbentuk saat melihat betapa pulas dan tenang saat dia tidur, beristirahat dari masalah rumit yang dihadapinya akhir-akhir ini. Aku tidak habis pikir mengapa seorang anak muda yang punya kehidupan sesempurna ini masih bisa tertimpa masalah besar yang ia sendiri tak kuasa menghadapinya.

It was just a bad day, not a bad life.

Tapi itu tidak berlaku lagi untuk masalah yang dihadapi kekasihku ini, mungkin ini awal dari perubahan dalam hidupnya, pikirku.

Kulihat jam dinding sudah menunjukkan jam tiga sore, sudah hampir 3 jam dia tertidur...

“Kak Rio bangun kak....” kataku sambil menggoyang-goyangkan bahunya. Kuulangi sampai dia memberikan respon.

Dengan sedikit gerakan, akhirnya Kak Rio membuka matanya perlahan
.
“Hei...” sapaku, “Udah jam 3 kak, udahan ya tidurnya, gue udah siapin makan nih...

Dengan badan yang masih lesu Kak Rio menatapku.

“Lo kok masih disini Fy? Gue udah tidur lama banget ya...” ujarnya sambil melihat jam didinding.
Aku mengangguk, “Iya kak, nih gue udah buatin sup ayam buat lo, ....”

Ka Rio memperhatikan gerak-gerikku mengambil semangkuk sup ayam untuknya.

“Beneran lo yang bikin? Jangan-jangan Bik Inah yang bikin..” ledeknya

“Iyalah gue, pake gak percaya lagi...”

“Iya iya percaya...” jawab Rio terkekeh. “Suapin dong...”

Dengan tersenyum kuambil sesendok sup ayam dan menyuapkannya ke Kak Rio.

***

“Makasih ya Fy udah nemenin hari ini, tapi lo repot banget jadinya...”

“Gak papa kak, gak repot kok. Kayak baru kenal aja...” balasku tersenyum. “Kak Rio istirahat aja besok gak usah kerja dulu ya ntar malah pingsan lagi...”

Kak Rio mengangguk.

“Kak, Ify pulang ya sekarang, kayaknya udah kesorean takutnya nanti lama dijalan macet.”

“Ya udah gue anterin ya...”

“Eh gak usah... badan lo masih panas kak. Gue pulang naik taksi aja...”

“Gak papa Fy, masa lo naik taksi.”

“Gak papa kak Rio... Ntar kalo lo anterin terus pusing lagi gimana. Gak papa beneran kok naik taksi aja...”

“Gak ah gak boleh. Biar gue suruh supir bokap aja anterin lo ya Fy. Gak boleh naik taksi sendiri.”

Akupun menyerah dan mengikuti kemauan Kak Rio. Selama perjalanan pulang aku terus memikirkan nasibnya. Bagaimana setelah ini? Bagaimana nasib kak Rio setelah kepergian orang tuanya secara mendadak yang membuatnya marah dan sedih.

Seminggu lalu keadaan kak Rio sudah cukup buruk, dia kurang berkonsentrasi pada pekerjaannya di rumah sakit. Dia sering melamun memikirkan percekcokan antara kedua orang tuanya. Dokter Albert Haling jarang sekali di rumah sakit, membuat semua dokter bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Tidak jarang kak Rio mendengar bisik-bisik orang tentang keluarganya yang membuatnya risih.

Semua bermula pada ibunya yang tiba-tiba mendatangi kantor dokter utama dan melampiaskan kemarahan dengan tuduhan perselingkuhan atas dokter Albert. Setelah kejadian itu keadaan dirumah sakit menjadi tegang dan canggung. Semua dokter dan perawat sering bertanya-tanya apa yang terjadi. Padahal yang kami semua tahu keluarga ini begitu harmonis, begitu menjadi percontohan dalam kesuksesannya. Tidak hanya dikalangan dokter. Antara aku, Sivia, Alvin, dan kak Rio pun menjadi canggung. Kami yang biasa ceria menjadi ikut pendiam gara-gara masalah yang dihadapi kak Rio.

Akhirnya pada hari ini kak Rio tidak sanggup menyelesaikan pekerjaan dokter selama sehari penuh karena kedua orang tua yang dicintainya tidak pulang kerumah sejak kemarin. Aku senang karena dia memintaku untuk menemaninya, walaupun aku juga harus meninggalkan pekerjaanku dan pasien-pasienku.

***

“Ify, gimana kak Rio?” tanya Sivia dengan penasaran.

“Dia udah baikan kok Vi, tapi hari ini gak kerja dulu, soalnya gue takut nanti lemes lagi badannya.” jawabku

“Iya mendingan si Rio libur dulu deh, kasian tuh anak gue gak habis pikir kok masalahnya sulit banget ya...”

“Iya doain aja ya biar dia gak kenapa-kenapa nanti.”

“Lo mau kerumah Rio pulang ini Fy?” tanya Alvin.

Aku mengangguk.

“Ikut dong. Sekalian kita jengukin dia.” usul Alvin

Sivia mengangguk, “Iya yuk kita jengukin bareng-bareng, ntar gue kabarin kak Iel, kak Cakka, Agni, sama Shilla...”

***

Sampailah kami di rumah kak Rio.

“Gimana keadaan lo, bro?” tanya Cakka

“Udah mendingan kok. Makasih ya udah jengukin gue. Rumah gue sepi banget daritadi, untung kalian dateng...”

“Lo yang sabar ya Yo, semoga bokap sama nyokap lo cepetan balik deh dan semua masalahnya kelar...” sahut Gabriel.

Kak Rio mengangguk, “Iya makasih doanya. Namanya juga hidup Yel, mungkin sekarang giliran kehidupan gue lagi dibawah. Gue udah pasrah aja deh apa yang bakal terjadi berikutnya. Gue gak maksa mereka berdua baikan kok, pokoknya yang baik buat mereka aja. Kalo emang mereka mau cerai ya emang nasib gue...”

“Kak jangan ngomong gitu dong...” jawabku sedikit takut. Kupeluk lengan kak Rio, aku tak mau kesulitan bertubi-tubi menimpa dirinya..

Kak Rio tersenyum dan mengangguk. “Lo gak usah khawatir Fy. Gue gak bermaksud untuk nakutin lo dan kalian semua. Gue cuman ambil buruknya aja kalo emang itu yang terjadi gue berusaha untuk siap.”

“Lo cerita aja ke kita Yo, kita juga pasti bakal bantuin lo kok...” kata Alvin.

Kak Rio hanya tersenyum kecil, begitu pula aku. Aku sangat berharap semua akan baik-baik saja dan aku bersyukur punya sahabat-sahabat yang benar-benar tulus ini.

***

Rio’s POV

Kulihat wajah gadisku ini, dia memaksakan senyumnya untuk tetap tegar demi aku. Aku tahu Ify sangat khawatir dengan keadaanku, dia tetap membuatku tenang dengan terus memegang lenganku padahal raut kekhawatiran tampak jelas diwajahnya.

“Yo kayaknya udah sore nih, kita pamit pulang dulu ya...” Alvin memulai..

“Iya kak Rio kita pulang dulu ya takut kemaleman, ntar besok kalo sempet kita jengukin lagi...” sahut Shilla

Aku mengangguk. “Iya bener kan kalian besok mau kerja semua...”

“Lo gimana Yo? Udah sanggup kerja kira-kira?” tanya Cakka

“Belum tau nih, liat aja nanti kalo emang gue udah kuat gue masuk kerja kok...”

Akhirnya sahabat-sahabatku pamit untuk pulang, tinggallah Ify yang masih menemaniku di rumah...

“Hey Fy... lo kenapa kok banyak diemnya? Biasanya kan lo yang paling ribut kalo dauh ngumpul...”
Ify tersenyum, “Gak papa kok kak cuman irit ngomong aja...”

Aku tertawa kecil... “Udah kamu jangan diem aja dong. Kak Rio kan sukanya kamu ribut, ngomong yang aktif, ceria...”

Mata Ify terbelalak mendengar jawabanku.

“Kenapa neng? Kok malah melotot?” tanyaku heran...

“Eh...itu...itu tadi kok...” jawab Ify bingung.

Aku mengangkat kedua alisku sambil menunggu jawabannya...

“Kok tadi Kak Rio manggil pake ‘kamu’?” tanya Ify setengah berbisik.

Aku hanya tersenyum lebar melihat kepolosan gadis ini, “Iya kak Rio udah lama mau ngomong sama Ify tentang itu.”

Ify terlihat tambah bingung dan menunggu penjelasanku...

“Jadi kak Rio tuh pengen banget panggilan kita pake ‘Aku’ ‘Kamu’, jangan pake ‘Lo’ ‘Gue’ lagi...”

“Emangnya kenapa? Kan selama ini biasa ja tuh, enjoy-enjoy aja...” jawab Ify sambil mengerutkan keningnya.

Aku tertawa kecil...

“Iya biasa aja tapi gak tau kenapa pengen aja Fy. Kita udah lama pacaran, dua bulan lagi kita anniversary yang ketiga tahun. Gak tau kenapa kak Rio udah nyaman banget sama kamu, maunya pacaran yang serius gak kayak anak abg lagi walaupun susah sih kan kamu masih kayak anak kecil...”

“Yeeee... katanya mau serius, itu buktinya udah ngatain lagi...” jawab Ify manyun.

“Hehehe... iya sih kalo sama kamu bawaannya pengen ngeledek terus..” jawabku sambil mencubit pipi chubby pacarku ini membuatnya tambah memanyunkan bibirnya...

“Jadi gimana? Setuju gak?” tanyaku kembali.

“Iya deh gue setuju... eh aku setuju...” jawab Ify, terlihat rona merah diwajahnya.

Aku suka sekali ketika wajah gadis ini memerah seketika dengan hal yang aku ucapkan atau kulakukan. Terkadang aku sengaja membuatnya malu hanya untuk melihat rona merah itu, dia sering menunduk untuk menyembunyikan wajah malunya tapi aku bisa melihat dengan jelas kecantikan dari wajah polos itu.

***

Ify’s POV

Aku duduk diam dikamarku, pikiranku kemana-mana. Lelah sih tapi hari ini aku senang sekali, senyumku tak bisa kusembunyikan dari wajahku, kata-kata yang diungkapkan kak Rio hari ini benar-benar terkunci diotakku. Dengan tujuan membawa hubungan kami ke arah yang lebih serius aku sangat percaya betapa yakinnya dia akan diriku, keadaan itu membuatku yakin aku juga telah memilihnya.

Keesokan hari di rumah sakit aku tetap tidak bisa menyembunyikan rasa senang ini. Kak Rio belum bekerja hari ini. Tadi pagi dia menelponku dengan nada manja, dia meminta maaf belum bisa kerja seperti biasa, mungkin besok atau lusa dia berjanji padaku. Dia memintaku untuk mampir kerumahnya sepulang kerja, minta aku membuatkannya sup ayam, rindu... ujarnya.

“Hei! Ngapain lo senyum-senyum!” aku terkejut oleh ucapan Sivia yang tiba-tiba sudah ada disampingku.

“Lo ngagetin gue aja Vi!”

“Abis lo sih gue panggil-panggil gak noleh-noleh malah senyum-senyum kayak orang gila! Kesambet apa lo?” jawab Sivia tertawa.

“Enak aja kesambet! Gue gak papa kok cuman seneng aja!” jawabku tersenyum lebar.

“Kak Rio udah kerja ya?” tebak Sivia

Aku menggeleng. “Belum kok, dia belum kerja masih belum fit banget katanya.”

Sivia manggut-manggut. “Lah terus kenapa lo senyum-senyumgak jelas?”

“Ada deh!!” jawabku tertawa sambil berlalu meninggalkan Sivia yang bingung sendiri.

***

“Ini lagi mau makan siang kok...” jawabku saat kak Rio menanyakan kabarku via telpon.

“Oh gitu, makan yang banyak ya Alyssa cantik, biar sehat biar gemukan dikit jangan kerempeng mulu!”

“Ih gak nyadar ya kamu kak, ngaca dulu coba kerempengan mana kamu sama aku!” ledekku balik

Kak Rio tertawa... “Iya deh ngalah, makanya nanti pulang masakin aku makanan biar aku gak kerempeng lagi..”

“Huuuu manja ya mentang-mentang sakit. Eh tapi jangan nungguin aku dong makan siangnya. Kak Rio makan dulu nanti makan lagi ya ya... jangan ditahan...”

“Iya tuan putri, ini aku bentar lagi makan kok. Tapi bener ya nanti bikinin sup ayam khas kamu.”
Aku tersenyum mendengar betapa semangatnya suara kak Rio... “Iya kak Rio tenang aja, nanti pulang kerja aku cepet-cepet kesana...”

***

“Ifyyyyy kenapa sih dari tadi senyum-senyum tapi gak mau cerita!” protes Sivia

Aku hanya tersenyum. Shilla sudah bergabung di kantin siang ini...

“Ih lo penasaran banget sih sama gue!” jawabku

“Ya iyalah Fy, lo kok sok misterius gitu gak mau cerita, padahal kalo lagi banyak masalah aja mulai deh kita jadi tempat peraduan lo, sekarang giliran seneng gak mau bagi-bagi...”lanjut Shilla

“Heheheeee iya iya dua sahabatku yang cantik-cantik kayak bidadari kecebur di toilet, nanti gue cerita tapi nanti ya tunggu ada Agni biar gak ngulang dua kali gue ceritanya...”

“Dasar cewek memang gitu ya kalo ada gosip?” tanya Alvin tiba-tiba, “bagi-bagi dong...”

Sontak aku, Shilla, dan Sivia menahan tawa kami.

“Kasian lo ya kak, gak ada kak Rio jadi bengong sendiri...” sikut Shilla

“Iya makanya ada kamu disini juga percuma Shill, kalo udah ketemu sama dua cecurut ini pacarnya dilupain deh!” jawab Alvin manyun, dan langsung mendapat toyoran dari Sivia.

Shilla hanya terkikik melihat tingkah pacar dan sahabatnya itu.

***

Rio’s POV

Dengan tak sabar mobil berwarna merah menyala kutunggu. Beberapa kali kulihat jendela dikamarku tapi ia belum muncul juga. Beberapa kali pula kulihat jam dinding dengan perasaan senang sekaligus khawatir. Tak lama terdengar suara mobil yang sudah familiar kudengar selama tiga tahun belakangan ini. Sontak aku langsung berlari kebawah membuka pintu dan menyambut bidadariku dengan senyuman...

Kulihat dia berjalan kearahku sambil tersenyum dan sedikit tertawa.

“Katanya masih sakit... kok ceria gitu bukain pintu sambil senyum-senyum...” ledek Ify

“Hehehe iya sih masih lemes...” ucapku berbohong dengan sedikit memanyunkan bibirku..
Ify pun tertawa melihat kelakuanku...

“Ketauan boongnya kali kak...” jawab Ify langsung menuju ke dapur. Aku mengikutinya dan duduk dimeja makan, ku perhatikan gerak-geriknya mulai dari mengambil bahan-bahan makanan di dalam kulkas, lalu menyiapkan peralatan masak, dengan telaten ia mulai memasak sup ayam yang aku pinta sejak tadi pagi...

“Kamu jago ya masaknya...” pujiku.

“Baru nyadar kak?” jawab dan tanya Ify tanpa melihatku...

Aku tertawa kecil. “Sering-sering aja ya Fy...”

Ify konsen sekali dalam memasak, memotong ayam, sayur-sayuran, dan bumbu masakan sampai akhirnya bau sup ayam yang dimasaknya sangat menggoda.

“Sup ayam ala Ify siap....” katanya sambil berjalan kearahku dengan semangkuk sup ditangannya.

“Akhirnya... suapin dong...” remgekku manja.

“Kak Rio kok jadi manja gitu sih...” protes Ify sambil tertawa.

“Gak papa sih Fy, emang gak boleh?”

“Siapa bilang gak boleh, tapi lucu aja gitu perasaan dulu mana pernah...”

“Dulu ya dulu, sekarang beda Fy...” jawabku sambil menurun-naikkan kedua alisku.

“Dasar banyak maunya!”

Begitulah obrolan kami selama ini kadang serius, kadang bercanda, bahkan berkelahi kecil-kecilan yang selalu diselesaikan dengan aku yang meminta maaf duluan kepada Ify. Tau sendiri Ify, anaknya keras kepala, kalo dia merasa benar dia akan teguh dengan pendiriannya. Itu yang buat aku selalu kalah, kalo Ify sudah marah dengan jurus diam, aku mana tahan menghadapinya.

“Kak Rio kayaknya udah sehat. Kapan mau kerja?” tanya Ify.

“Hmmm gak tau deh Fy kadangan masih kepikiran aja gitu suasana kantor waktu itu...” jawabku

Ify menghela napas... “Kak udahlah jangan dipikirin terus, kan Kak Rio sendiri yang bilang kalo emang takdirnya udah kayak gini ya mau diapain lagi. Aku juga sebenernya bingung kalo jadi kakak, tapi ya diposisi ini kak Rio juga gak tau kan harus berbuat apa...”

Ify benar. Aku memang betul-betul bingung dengan statusku, rumah sakitku, orang tuaku...
“Jadi belum ada kabar juga ya kak dari mama papa?” tanya Ify

Aku menggeleng. “Sampe sekarang nomor hp mereka gak ada yang aktif Fy... Kayaknya mereka udah gak anggep aku ada deh...”

Ify kaget mendengar jawabanku.

“Kak jangan ngomong gitu. Gak boleh. Aku yakin mereka cuma butuh waktu kak...”

“Berapa lama Fy...” jawabku kesal

Ify terdiam sejenak... “Ya kita sama-sama gak tau. Aku gak tau, kamu gak tau, tapi kita gak bisa maksain keadaan kak. Kita cuman bisa doa aja biar keadaan gak tambah parah, kamu yang sabar ya kak pokoknya kalo ada apa-apa cerita sama aku, kita hadapin ini sama-sama, aku gak mau kak Rio pusing sendiri.

Mendengar ucapan Ify aku tertegun, langsung kupeluk wanita itu dengan perasaan sangat bersyukur aku memilikinya. Ify membalas pelukanku dengan tulus, aku yakin benar aku memilih wanita yang tepat.

“Makasih ya Fy...” bisikku.

***

Ify’s POV

“Via apa sih nelpon sambil teriak-teriak...” protesku.

“Eh maaf Fy gue lagi seneng banget seneeeeeeeng banget!” jawab Sivia

“Emangnya ada apa?” tanyaku jadi penasaran...

“Rahasia!”

“Yeee lo mah gitu...” jawabku

“Emang lo doang yang bisa rahasia-rahasiaan!” balas Sivia terkikik. “Nanti deh besok gue ceritain, besok jadikan nginep dirumah gue? Ada Shilla sama Agni juga loh. Gue bakal kasih berita sedap dan menggemparkan ke lo semua!”

“Tuh kan bikin penasaran aja. Iya besok nginep kok sekalian gue mau cerita juga...” jawabku...

***

“Si Agni sama Shilla udah dijalan ya Vi?” tanyaku saat dimobil menuju rumah Sivia

Ia mengangguk sambil konsentrasi menyetir.

Sebenarnya aku ingin sekali pulang kerumah dan tidur dikamarku, aku lelah dengan pekerjaanku hari ini. Tapi aku sudah berjanji kepada sahabat-sahabatku ini tak mungkin aku membatalkannya.
Aku kurang bersemangat karena hari ini kak Rioku tidak menelpon atau membalas chat ku. Setiap aku telpon, operator yang mengangkat yang membuat aku makin kesal. Padahal kemarin kuhitung lebih dari tiga kali dia menelpon menggangguku saaat aku kerja. Kenapa sekarang tidak lagi?

“Fy kok lo diem aja?” tanya Sivia

“Nggak papa kok...” jawabku tersenyum simpul.

“Kak Rio apa kabar?”

“Baik-baik aja. Doain aja ya Vi semoga masalahnya cepet kelar. Kasian gue sama dia...” jawabku

Sivia mengangguk, “ Lo berdua yang sabar ya, kalo ada apa-apa kabarin biar kita bisa bantu.”

***

“Akhirnya dateng juga!” teriak Agni saat aku dan Sivia sampai dirumahnya.

“Lama ya lo berdua!” protes Shilla

“Macet tau!” jawab Sivia.

Kami berempat langsung menuju kamar berganti pakaian dan makan siang bersama yang telah disiapkan oleh mama Sivia.

“Vi mama lo jago banget masaknya. Kok beda sama lo ya!” ledek Shilla

Kami pun tertawa. Teringat jelas tahun lalu kami menginap di villa kepunyaan Shilla di Bandung dan Sivia mengacaukan dapur dengan menggosongkan kentang yang digorengnya, alhasil kentang goreng yang tersisa hanya satu piring kecil membuat kami berdelapan berebut memakannya.

“Iya deh mulai mau bahas kentang goreng gue...” jawab Sivia manyun.

“Udah deh Vi gak usah pura-pura manyun gitu, buruan cerita apaan yang mau lo ceritain..” protes Agni

Sivia tersenyum lagi, dia tampak semangat membuat kami bertiga memajukan kursi untuk mendengar lebih jelas.

“Jadi gini...” Sivia memulai...

Kami bertiga menatapnya tajam...

“Aha!” ujar Sivia sambil memperlihatkan kelima jari ditangan kirinya secara terbalik.

“Via...” ucap Agni...

“Kak Gabriel...” ucapku

“Lo gak maen-maen kan?” tanya Shilla

“Asli ini Vi?” tanya Agni lagi sambil menarik tangan Sivia. Kami bertiga segera melihat emas putih cantik berkilauan di jari manisnya.

Sivia terkikik mendengar respon dari kami bertiga...

“Iya ini dari kak Gabriel. Iya ini asli dong!” jawabnya senang

“Jadi artinya lo sama kak Gabriel udah...” jawabku masih tak percaya.

Sivia mengangguk... masih memperhatikan cincinnya.

“Itulah yang bikin gue seneeeeeeeng banget!! Pokoknya gue sendiri juga masih gak percaya kalo gue bener-bener taken sama kak Iel!”

“Trus gimana ceritanya?” tanya Shilla histeris.

Sivia menceritakan dari awal sampai akhir, dia menceritakan dengan rona merah diwajahnya. Kami bertiga juga ikut malu-malu sendiri mendengar cerita Sivia. Sivia menceritakan bagaimana dia diajak makan malam istimewa oleh Gabriel dan tiba-tiba saja Gabriel belutut dihadapannya...

Sivia Azizah, will you marry me?” jelas Sivia mengulang kata-kata kekasihnya itu...

“Dari situ gue udah bawaan mau nangis aja gak percaya banget dan langsung gue jawab YES!” sambungnya.

“Aduh Vi romantis banget... selamat ya ya ampun gue gak nyangka deh...” respon Shilla

“Iya Vi, coba aja kalo inget dulu dia kan pengamen yang sempet bikin kita semua naik darah!” jawabku, membuat kami berempat tertawa.

“Jadi lo udah mau merit aja nih?” tanya Agni

“Yah belum lah gak secepet itu juga Ag, gue sama kak Iel udah ngomongin sih kedepannya gimana. Kita kan masih sama-sama kerja, lagian kan masih muda juga jadi gak buru-buru banget, nikmatin aja dulu. Tapi gue seneng karena gue tau keseriusan kak Iel. Karena sebelum ngelamar gue itu dia bilang dia udah ijin sama orang tua gue...” jelas Sivia panjang lebar.

“Beruntung banget sih Via...” jawabku gemas

“Tenang aja girls, kalian juga suatu saat pasti dilamar kok hahaha... ntar cerita-cerita ya ke gue..”

Aku tersenyum membayangkan apa yang akan dilakukan kak Rio ketika melamarku nanti. Kalo dibandingkan dengan kak Gabriel, kak Rio mah gak ada romantis-romantisnya. Inget aja dulu pas Sivia sama kak Iel jadian, Sivia dinyanyiin di restoran mewah sampe semua orang dibikin melting. Coba bandingin sama kak Rio yang nembak pake manjat pohon kayak tarzan....

“Dorr!!!!” aku terkejut oleh teriakan ketiga sahabatku ini.

“Cieeee... lo pasti mikirin kak Rio ya Fy...” tebak Agni

“Iya nih kayaknya lo berbunga-bunga banget!” sambung Shilla

“Ayo cerita Fy, lo gak bisa nolak untung gak cerita lagi...” paksa Sivia

Akhirnya kuceritakan kepada mereka tentang kesepakatanku dengan pacarku untuk membawa hubungan kami yang lebih serius, dimana kami berubah panggilan satu sama lain, blablabla...

“Wah tanda-tanda mau dilamar tuh lo!” ledek Sivia

“Ih apaan sih gak lah! Gak secepet itu juga kali Vi mentang-mentang lo udah dilamar...” jawabku malu

“Ya kan siapa tau, soalnya kita tuh tau banget lo sama kak Rio gimana pacarannya...” timpal Agni

“Gak romantis ya...” jawabku kecil.

Mereka bertiga menatapku tajam... Aku hanya bisa tersenyum...

“Eh Fy kok jadi nekuk gitu mukanya...” Shilla heran...

Aku menggeleng, “Gak papa kok Shill. Gue sih ngarep banget kalo emang kak Rio suatu hari nanti ngelamar gue tapi gak yakin bakal romantis kayak kak Gabriel ngelamar Sivia.”

“Ah walaupun gitu lo pasti klepek-klepek ujung-ujungnya nerima juga kan...” senggol Agni

Aku pun tertawa. “Lo juga pasti nerima kak Cakka kan Ag?” balasku.

“Wuah gue jadi baper deh pengen dilamar juga!” timpal Shilla.

“Udah ah mending ke kamar yuk daripada baper-baperan dimeja makan gak baek.” jawab Sivia.

“Dih mentang yang udah laku...” jawabku.

***

Sulit kupejamkan mata malam ini. Kuperhatikan Shilla, Agni, Sivia sudah tertidur pulas akibat banyaknya obrolan kami malam ini. Sivia terlihat tidur dengan senyuman, aku tahu pasti dia sedang memimpikan pangeran hatinya. Pasti seneng banget, pikirku. Aku terus-menerus mengkhayalkan kak Rio akan melamarku suatu saat. Kembali terlintas bagaimana seorang Rio yang sama sekali tidak romantis, tapi aku tau ketidak romantisan kak Riolah yang membuat dia menjadi Romantis.

Aku ingat sekali ketika aku marah padanya waktu itu, kami bertengkar hebat. Sampai akhirnya kami tidak bertegur sapa selama lebih dari 3 hari. Aku menolak setiap dia mengajak berbicara, dan pada suatu hari kutemukan surat dimeja kerjaku. 3 lembar kertas penuh bolak-balik tulisan tangan kak Rio yang berisi permintaan maafnya.

Itulah yang aku suka dari kak Rio, dia tidak pernah menyadari kalau dia sangatlah romantis.

Seketika aku teringat lagi kata-kata Sivia bahwa mungkin kak Rio akan segera melamarku dengan mengajak hubungan ini ke jenjang serius. Aku senyum-senyum sendiri sambil berdoa semoga itu benar...

***

Pagi hari ini aku kembali mengeluh setelah mengecek handphoneku, tak ada satupun notifikasi dari kak Rio. Tapi aku berusaha tegar, kucoba menelponnya untuk beberapa kali dan akhirnya terdengarlah suara yang kurindukan...

“Kak Rio kemana aja sih kok gak ngabarin-ngabarin...” protesku

“Hehehe kangen ya?” tanya kak Rio balik.

“Ih serius dikit kenapa!”

“Iya iya maaf sayang, kemaren bukannya gak mau ngabarin. Kan kamu lagi sama Sivia, Shilla, Agni, jadi sengaja aku biarin kamu ngabisin waktu sama mereka dulu. Kan dua hari kemaren kamu sama aku terus...” jelasnya

“Iya tapi kan seenggaknya bisa chat doang...” jawabku kesal..

“Maafin aku deh, janji gak bakal gitu lagi..” timpal kak Rio dengan nada manja.

“Iya iya dimaafin. Aku mau siap-siap berangkat dulu ya kak. Kamu istirahat dirumah, nanti sore aku kesana...” jawabku.

***

Pasienku sangat banyak hari ini, begitu juga Sivia dan Alvin. Kami sama-sama terlelah namun ya beginilah pekerjaan kami. Oh iya, kabar pertunangan Sivia dan Gabriel sudah menyebar. Sivia tampak senang sekali, dia selalu tersenyum dimana teman-teman serumah sakit memberikan selamat kepadanya.

Aku hanya memperhatikannya dari jauh. Perasaan iri mulai menghantuiku kembali...

“Buk dokter mikirin apa?” sahut seseorang dengan suara yang aku kenal sekali dibelakangku.

Mataku terbelalak melihat senyuman dan matanya. Tanpa berpikir panjang langsung kupeluk dia.

“Kak Rio!! Jahat! Kok gak bilang bakal masuk hari ini!” teriakku ditelinganya.

“Surprise!!” balas Rio yang juga berteriak ditelingaku.

“Kamu tuh emang ya...” timpalku.

“Maaf ya kemaren aku sengaja cuekin kamu buat surprise ini!”

Kutepis bahu pria yang telah membuatku gemas ini. “Jadi beneran udah sehat?”

Kak Rio mengangguk. “Iya dong kan udah kangen sama rumah sakit.”

Aku tersenyum dengan sedikit kecewa...

“Iya kangen kamu juga!” jawab kak Rio sambil mengelus-elus puncak kepalaku seakan ia bisa membaca pikiranku..

“Udah yuk makan, laper nih!” jawabku salah tingkah sambil berlalu.

***

“Rio mamen!!! Udah sembuh beneran lo! Welcome back!” seru Alvin.

Cakka, Gabriel, Shilla, Agni, Sivia sudah berkumpul di kantin.

“Loh kok kalian semua disini?!” tanyaku heran

“Iya dong kita kan udah tau kak Rio bakal balik!” jawab Agni cekikikan..

Kutepis kembali bahu kak Rio. Bisa-bisanya mereka tahu duluan daripada aku.

“Aw sakit neng!” protesnya manja.

“Ih kalian romantis deh!” seru Sivia

“Udah ah makan yuk gue yang bayar!” jawab kak Rio.

Suasana di kantin siang ini kembali ceria. Kak Rioku memang jago dalam membangkitkan suasana.

Kami berdelapan memang kompak kalau sudah bertemu apa saja dibahas.

“Oh iya selamat ya Sivia sama Iel, semoga sukses lancar sampe hari H...” kata kak Rio

“Thank bro! Gue doain semoga lo semua pada nyusul...” jawab Gabriel

“Iya tuh Ify udah ngarep!” timpal Shilla

“Lo juga kan Shill!” langsung kutendang kakinya sedikit dengan perasaan malu kusembunyikan wajahku. Aku tahu kak Rio pasti senang melihat wajahku yang memerah seperti ini.

***

Rio’s POV

Mataku terbelalak melihatkedua orang yang selama ini kutunggu kabarnya menatapku tajam diruang tamu ini. Mereka berdiri dihadapanku. Harapanku setelah pulang kerja adalah beristirahat dikamar dengan tenang mengingat banyaknya pasien setelah beberapa hari kepulanganku.

“Rio...”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Minggu, 14 Agustus 2016

Stole My Heart Part 1

Ify’s POV

‘Kasian banget Kak Rio, sampe gak konsen kerja hari ini. Ya bagus deh bisa pulang duluan yang penting dia bisa istirahat...’ gumamku. Kupandangi wajah pria yang sudah hampir 3 tahun bersamaku, matanya terpejam, terdengar dengkuran kecil dari napasnya. Senyumku terbentuk saat melihat betapa pulas dan tenang saat dia tidur, beristirahat dari masalah rumit yang dihadapinya akhir-akhir ini. Aku tidak habis pikir mengapa seorang anak muda yang punya kehidupan sesempurna ini masih bisa tertimpa masalah besar yang ia sendiri tak kuasa menghadapinya.

It was just a bad day, not a bad life.

Tapi itu tidak berlaku lagi untuk masalah yang dihadapi kekasihku ini, mungkin ini awal dari perubahan dalam hidupnya, pikirku.

Kulihat jam dinding sudah menunjukkan jam tiga sore, sudah hampir 3 jam dia tertidur...

“Kak Rio bangun kak....” kataku sambil menggoyang-goyangkan bahunya. Kuulangi sampai dia memberikan respon.

Dengan sedikit gerakan, akhirnya Kak Rio membuka matanya perlahan
.
“Hei...” sapaku, “Udah jam 3 kak, udahan ya tidurnya, gue udah siapin makan nih...

Dengan badan yang masih lesu Kak Rio menatapku.

“Lo kok masih disini Fy? Gue udah tidur lama banget ya...” ujarnya sambil melihat jam didinding.
Aku mengangguk, “Iya kak, nih gue udah buatin sup ayam buat lo, ....”

Ka Rio memperhatikan gerak-gerikku mengambil semangkuk sup ayam untuknya.

“Beneran lo yang bikin? Jangan-jangan Bik Inah yang bikin..” ledeknya

“Iyalah gue, pake gak percaya lagi...”

“Iya iya percaya...” jawab Rio terkekeh. “Suapin dong...”

Dengan tersenyum kuambil sesendok sup ayam dan menyuapkannya ke Kak Rio.

***

“Makasih ya Fy udah nemenin hari ini, tapi lo repot banget jadinya...”

“Gak papa kak, gak repot kok. Kayak baru kenal aja...” balasku tersenyum. “Kak Rio istirahat aja besok gak usah kerja dulu ya ntar malah pingsan lagi...”

Kak Rio mengangguk.

“Kak, Ify pulang ya sekarang, kayaknya udah kesorean takutnya nanti lama dijalan macet.”

“Ya udah gue anterin ya...”

“Eh gak usah... badan lo masih panas kak. Gue pulang naik taksi aja...”

“Gak papa Fy, masa lo naik taksi.”

“Gak papa kak Rio... Ntar kalo lo anterin terus pusing lagi gimana. Gak papa beneran kok naik taksi aja...”

“Gak ah gak boleh. Biar gue suruh supir bokap aja anterin lo ya Fy. Gak boleh naik taksi sendiri.”

Akupun menyerah dan mengikuti kemauan Kak Rio. Selama perjalanan pulang aku terus memikirkan nasibnya. Bagaimana setelah ini? Bagaimana nasib kak Rio setelah kepergian orang tuanya secara mendadak yang membuatnya marah dan sedih.

Seminggu lalu keadaan kak Rio sudah cukup buruk, dia kurang berkonsentrasi pada pekerjaannya di rumah sakit. Dia sering melamun memikirkan percekcokan antara kedua orang tuanya. Dokter Albert Haling jarang sekali di rumah sakit, membuat semua dokter bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Tidak jarang kak Rio mendengar bisik-bisik orang tentang keluarganya yang membuatnya risih.

Semua bermula pada ibunya yang tiba-tiba mendatangi kantor dokter utama dan melampiaskan kemarahan dengan tuduhan perselingkuhan atas dokter Albert. Setelah kejadian itu keadaan dirumah sakit menjadi tegang dan canggung. Semua dokter dan perawat sering bertanya-tanya apa yang terjadi. Padahal yang kami semua tahu keluarga ini begitu harmonis, begitu menjadi percontohan dalam kesuksesannya. Tidak hanya dikalangan dokter. Antara aku, Sivia, Alvin, dan kak Rio pun menjadi canggung. Kami yang biasa ceria menjadi ikut pendiam gara-gara masalah yang dihadapi kak Rio.

Akhirnya pada hari ini kak Rio tidak sanggup menyelesaikan pekerjaan dokter selama sehari penuh karena kedua orang tua yang dicintainya tidak pulang kerumah sejak kemarin. Aku senang karena dia memintaku untuk menemaninya, walaupun aku juga harus meninggalkan pekerjaanku dan pasien-pasienku.

***

“Ify, gimana kak Rio?” tanya Sivia dengan penasaran.

“Dia udah baikan kok Vi, tapi hari ini gak kerja dulu, soalnya gue takut nanti lemes lagi badannya.” jawabku

“Iya mendingan si Rio libur dulu deh, kasian tuh anak gue gak habis pikir kok masalahnya sulit banget ya...”

“Iya doain aja ya biar dia gak kenapa-kenapa nanti.”

“Lo mau kerumah Rio pulang ini Fy?” tanya Alvin.

Aku mengangguk.

“Ikut dong. Sekalian kita jengukin dia.” usul Alvin

Sivia mengangguk, “Iya yuk kita jengukin bareng-bareng, ntar gue kabarin kak Iel, kak Cakka, Agni, sama Shilla...”

***

Sampailah kami di rumah kak Rio.

“Gimana keadaan lo, bro?” tanya Cakka

“Udah mendingan kok. Makasih ya udah jengukin gue. Rumah gue sepi banget daritadi, untung kalian dateng...”

“Lo yang sabar ya Yo, semoga bokap sama nyokap lo cepetan balik deh dan semua masalahnya kelar...” sahut Gabriel.

Kak Rio mengangguk, “Iya makasih doanya. Namanya juga hidup Yel, mungkin sekarang giliran kehidupan gue lagi dibawah. Gue udah pasrah aja deh apa yang bakal terjadi berikutnya. Gue gak maksa mereka berdua baikan kok, pokoknya yang baik buat mereka aja. Kalo emang mereka mau cerai ya emang nasib gue...”

“Kak jangan ngomong gitu dong...” jawabku sedikit takut. Kupeluk lengan kak Rio, aku tak mau kesulitan bertubi-tubi menimpa dirinya..

Kak Rio tersenyum dan mengangguk. “Lo gak usah khawatir Fy. Gue gak bermaksud untuk nakutin lo dan kalian semua. Gue cuman ambil buruknya aja kalo emang itu yang terjadi gue berusaha untuk siap.”

“Lo cerita aja ke kita Yo, kita juga pasti bakal bantuin lo kok...” kata Alvin.

Kak Rio hanya tersenyum kecil, begitu pula aku. Aku sangat berharap semua akan baik-baik saja dan aku bersyukur punya sahabat-sahabat yang benar-benar tulus ini.

***

Rio’s POV

Kulihat wajah gadisku ini, dia memaksakan senyumnya untuk tetap tegar demi aku. Aku tahu Ify sangat khawatir dengan keadaanku, dia tetap membuatku tenang dengan terus memegang lenganku padahal raut kekhawatiran tampak jelas diwajahnya.

“Yo kayaknya udah sore nih, kita pamit pulang dulu ya...” Alvin memulai..

“Iya kak Rio kita pulang dulu ya takut kemaleman, ntar besok kalo sempet kita jengukin lagi...” sahut Shilla

Aku mengangguk. “Iya bener kan kalian besok mau kerja semua...”

“Lo gimana Yo? Udah sanggup kerja kira-kira?” tanya Cakka

“Belum tau nih, liat aja nanti kalo emang gue udah kuat gue masuk kerja kok...”

Akhirnya sahabat-sahabatku pamit untuk pulang, tinggallah Ify yang masih menemaniku di rumah...

“Hey Fy... lo kenapa kok banyak diemnya? Biasanya kan lo yang paling ribut kalo dauh ngumpul...”
Ify tersenyum, “Gak papa kok kak cuman irit ngomong aja...”

Aku tertawa kecil... “Udah kamu jangan diem aja dong. Kak Rio kan sukanya kamu ribut, ngomong yang aktif, ceria...”

Mata Ify terbelalak mendengar jawabanku.

“Kenapa neng? Kok malah melotot?” tanyaku heran...

“Eh...itu...itu tadi kok...” jawab Ify bingung.

Aku mengangkat kedua alisku sambil menunggu jawabannya...

“Kok tadi Kak Rio manggil pake ‘kamu’?” tanya Ify setengah berbisik.

Aku hanya tersenyum lebar melihat kepolosan gadis ini, “Iya kak Rio udah lama mau ngomong sama Ify tentang itu.”

Ify terlihat tambah bingung dan menunggu penjelasanku...

“Jadi kak Rio tuh pengen banget panggilan kita pake ‘Aku’ ‘Kamu’, jangan pake ‘Lo’ ‘Gue’ lagi...”

“Emangnya kenapa? Kan selama ini biasa ja tuh, enjoy-enjoy aja...” jawab Ify sambil mengerutkan keningnya.

Aku tertawa kecil...

“Iya biasa aja tapi gak tau kenapa pengen aja Fy. Kita udah lama pacaran, dua bulan lagi kita anniversary yang ketiga tahun. Gak tau kenapa kak Rio udah nyaman banget sama kamu, maunya pacaran yang serius gak kayak anak abg lagi walaupun susah sih kan kamu masih kayak anak kecil...”

“Yeeee... katanya mau serius, itu buktinya udah ngatain lagi...” jawab Ify manyun.

“Hehehe... iya sih kalo sama kamu bawaannya pengen ngeledek terus..” jawabku sambil mencubit pipi chubby pacarku ini membuatnya tambah memanyunkan bibirnya...

“Jadi gimana? Setuju gak?” tanyaku kembali.

“Iya deh gue setuju... eh aku setuju...” jawab Ify, terlihat rona merah diwajahnya.

Aku suka sekali ketika wajah gadis ini memerah seketika dengan hal yang aku ucapkan atau kulakukan. Terkadang aku sengaja membuatnya malu hanya untuk melihat rona merah itu, dia sering menunduk untuk menyembunyikan wajah malunya tapi aku bisa melihat dengan jelas kecantikan dari wajah polos itu.

***

Ify’s POV

Aku duduk diam dikamarku, pikiranku kemana-mana. Lelah sih tapi hari ini aku senang sekali, senyumku tak bisa kusembunyikan dari wajahku, kata-kata yang diungkapkan kak Rio hari ini benar-benar terkunci diotakku. Dengan tujuan membawa hubungan kami ke arah yang lebih serius aku sangat percaya betapa yakinnya dia akan diriku, keadaan itu membuatku yakin aku juga telah memilihnya.

Keesokan hari di rumah sakit aku tetap tidak bisa menyembunyikan rasa senang ini. Kak Rio belum bekerja hari ini. Tadi pagi dia menelponku dengan nada manja, dia meminta maaf belum bisa kerja seperti biasa, mungkin besok atau lusa dia berjanji padaku. Dia memintaku untuk mampir kerumahnya sepulang kerja, minta aku membuatkannya sup ayam, rindu... ujarnya.

“Hei! Ngapain lo senyum-senyum!” aku terkejut oleh ucapan Sivia yang tiba-tiba sudah ada disampingku.

“Lo ngagetin gue aja Vi!”

“Abis lo sih gue panggil-panggil gak noleh-noleh malah senyum-senyum kayak orang gila! Kesambet apa lo?” jawab Sivia tertawa.

“Enak aja kesambet! Gue gak papa kok cuman seneng aja!” jawabku tersenyum lebar.

“Kak Rio udah kerja ya?” tebak Sivia

Aku menggeleng. “Belum kok, dia belum kerja masih belum fit banget katanya.”

Sivia manggut-manggut. “Lah terus kenapa lo senyum-senyumgak jelas?”

“Ada deh!!” jawabku tertawa sambil berlalu meninggalkan Sivia yang bingung sendiri.

***

“Ini lagi mau makan siang kok...” jawabku saat kak Rio menanyakan kabarku via telpon.

“Oh gitu, makan yang banyak ya Alyssa cantik, biar sehat biar gemukan dikit jangan kerempeng mulu!”

“Ih gak nyadar ya kamu kak, ngaca dulu coba kerempengan mana kamu sama aku!” ledekku balik

Kak Rio tertawa... “Iya deh ngalah, makanya nanti pulang masakin aku makanan biar aku gak kerempeng lagi..”

“Huuuu manja ya mentang-mentang sakit. Eh tapi jangan nungguin aku dong makan siangnya. Kak Rio makan dulu nanti makan lagi ya ya... jangan ditahan...”

“Iya tuan putri, ini aku bentar lagi makan kok. Tapi bener ya nanti bikinin sup ayam khas kamu.”
Aku tersenyum mendengar betapa semangatnya suara kak Rio... “Iya kak Rio tenang aja, nanti pulang kerja aku cepet-cepet kesana...”

***

“Ifyyyyy kenapa sih dari tadi senyum-senyum tapi gak mau cerita!” protes Sivia

Aku hanya tersenyum. Shilla sudah bergabung di kantin siang ini...

“Ih lo penasaran banget sih sama gue!” jawabku

“Ya iyalah Fy, lo kok sok misterius gitu gak mau cerita, padahal kalo lagi banyak masalah aja mulai deh kita jadi tempat peraduan lo, sekarang giliran seneng gak mau bagi-bagi...”lanjut Shilla

“Heheheeee iya iya dua sahabatku yang cantik-cantik kayak bidadari kecebur di toilet, nanti gue cerita tapi nanti ya tunggu ada Agni biar gak ngulang dua kali gue ceritanya...”

“Dasar cewek memang gitu ya kalo ada gosip?” tanya Alvin tiba-tiba, “bagi-bagi dong...”

Sontak aku, Shilla, dan Sivia menahan tawa kami.

“Kasian lo ya kak, gak ada kak Rio jadi bengong sendiri...” sikut Shilla

“Iya makanya ada kamu disini juga percuma Shill, kalo udah ketemu sama dua cecurut ini pacarnya dilupain deh!” jawab Alvin manyun, dan langsung mendapat toyoran dari Sivia.

Shilla hanya terkikik melihat tingkah pacar dan sahabatnya itu.

***

Rio’s POV

Dengan tak sabar mobil berwarna merah menyala kutunggu. Beberapa kali kulihat jendela dikamarku tapi ia belum muncul juga. Beberapa kali pula kulihat jam dinding dengan perasaan senang sekaligus khawatir. Tak lama terdengar suara mobil yang sudah familiar kudengar selama tiga tahun belakangan ini. Sontak aku langsung berlari kebawah membuka pintu dan menyambut bidadariku dengan senyuman...

Kulihat dia berjalan kearahku sambil tersenyum dan sedikit tertawa.

“Katanya masih sakit... kok ceria gitu bukain pintu sambil senyum-senyum...” ledek Ify

“Hehehe iya sih masih lemes...” ucapku berbohong dengan sedikit memanyunkan bibirku..
Ify pun tertawa melihat kelakuanku...

“Ketauan boongnya kali kak...” jawab Ify langsung menuju ke dapur. Aku mengikutinya dan duduk dimeja makan, ku perhatikan gerak-geriknya mulai dari mengambil bahan-bahan makanan di dalam kulkas, lalu menyiapkan peralatan masak, dengan telaten ia mulai memasak sup ayam yang aku pinta sejak tadi pagi...

“Kamu jago ya masaknya...” pujiku.

“Baru nyadar kak?” jawab dan tanya Ify tanpa melihatku...

Aku tertawa kecil. “Sering-sering aja ya Fy...”

Ify konsen sekali dalam memasak, memotong ayam, sayur-sayuran, dan bumbu masakan sampai akhirnya bau sup ayam yang dimasaknya sangat menggoda.

“Sup ayam ala Ify siap....” katanya sambil berjalan kearahku dengan semangkuk sup ditangannya.

“Akhirnya... suapin dong...” remgekku manja.

“Kak Rio kok jadi manja gitu sih...” protes Ify sambil tertawa.

“Gak papa sih Fy, emang gak boleh?”

“Siapa bilang gak boleh, tapi lucu aja gitu perasaan dulu mana pernah...”

“Dulu ya dulu, sekarang beda Fy...” jawabku sambil menurun-naikkan kedua alisku.

“Dasar banyak maunya!”

Begitulah obrolan kami selama ini kadang serius, kadang bercanda, bahkan berkelahi kecil-kecilan yang selalu diselesaikan dengan aku yang meminta maaf duluan kepada Ify. Tau sendiri Ify, anaknya keras kepala, kalo dia merasa benar dia akan teguh dengan pendiriannya. Itu yang buat aku selalu kalah, kalo Ify sudah marah dengan jurus diam, aku mana tahan menghadapinya.

“Kak Rio kayaknya udah sehat. Kapan mau kerja?” tanya Ify.

“Hmmm gak tau deh Fy kadangan masih kepikiran aja gitu suasana kantor waktu itu...” jawabku

Ify menghela napas... “Kak udahlah jangan dipikirin terus, kan Kak Rio sendiri yang bilang kalo emang takdirnya udah kayak gini ya mau diapain lagi. Aku juga sebenernya bingung kalo jadi kakak, tapi ya diposisi ini kak Rio juga gak tau kan harus berbuat apa...”

Ify benar. Aku memang betul-betul bingung dengan statusku, rumah sakitku, orang tuaku...
“Jadi belum ada kabar juga ya kak dari mama papa?” tanya Ify

Aku menggeleng. “Sampe sekarang nomor hp mereka gak ada yang aktif Fy... Kayaknya mereka udah gak anggep aku ada deh...”

Ify kaget mendengar jawabanku.

“Kak jangan ngomong gitu. Gak boleh. Aku yakin mereka cuma butuh waktu kak...”

“Berapa lama Fy...” jawabku kesal

Ify terdiam sejenak... “Ya kita sama-sama gak tau. Aku gak tau, kamu gak tau, tapi kita gak bisa maksain keadaan kak. Kita cuman bisa doa aja biar keadaan gak tambah parah, kamu yang sabar ya kak pokoknya kalo ada apa-apa cerita sama aku, kita hadapin ini sama-sama, aku gak mau kak Rio pusing sendiri.

Mendengar ucapan Ify aku tertegun, langsung kupeluk wanita itu dengan perasaan sangat bersyukur aku memilikinya. Ify membalas pelukanku dengan tulus, aku yakin benar aku memilih wanita yang tepat.

“Makasih ya Fy...” bisikku.

***

Ify’s POV

“Via apa sih nelpon sambil teriak-teriak...” protesku.

“Eh maaf Fy gue lagi seneng banget seneeeeeeeng banget!” jawab Sivia

“Emangnya ada apa?” tanyaku jadi penasaran...

“Rahasia!”

“Yeee lo mah gitu...” jawabku

“Emang lo doang yang bisa rahasia-rahasiaan!” balas Sivia terkikik. “Nanti deh besok gue ceritain, besok jadikan nginep dirumah gue? Ada Shilla sama Agni juga loh. Gue bakal kasih berita sedap dan menggemparkan ke lo semua!”

“Tuh kan bikin penasaran aja. Iya besok nginep kok sekalian gue mau cerita juga...” jawabku...

***

“Si Agni sama Shilla udah dijalan ya Vi?” tanyaku saat dimobil menuju rumah Sivia

Ia mengangguk sambil konsentrasi menyetir.

Sebenarnya aku ingin sekali pulang kerumah dan tidur dikamarku, aku lelah dengan pekerjaanku hari ini. Tapi aku sudah berjanji kepada sahabat-sahabatku ini tak mungkin aku membatalkannya.
Aku kurang bersemangat karena hari ini kak Rioku tidak menelpon atau membalas chat ku. Setiap aku telpon, operator yang mengangkat yang membuat aku makin kesal. Padahal kemarin kuhitung lebih dari tiga kali dia menelpon menggangguku saaat aku kerja. Kenapa sekarang tidak lagi?

“Fy kok lo diem aja?” tanya Sivia

“Nggak papa kok...” jawabku tersenyum simpul.

“Kak Rio apa kabar?”

“Baik-baik aja. Doain aja ya Vi semoga masalahnya cepet kelar. Kasian gue sama dia...” jawabku

Sivia mengangguk, “ Lo berdua yang sabar ya, kalo ada apa-apa kabarin biar kita bisa bantu.”

***

“Akhirnya dateng juga!” teriak Agni saat aku dan Sivia sampai dirumahnya.

“Lama ya lo berdua!” protes Shilla

“Macet tau!” jawab Sivia.

Kami berempat langsung menuju kamar berganti pakaian dan makan siang bersama yang telah disiapkan oleh mama Sivia.

“Vi mama lo jago banget masaknya. Kok beda sama lo ya!” ledek Shilla

Kami pun tertawa. Teringat jelas tahun lalu kami menginap di villa kepunyaan Shilla di Bandung dan Sivia mengacaukan dapur dengan menggosongkan kentang yang digorengnya, alhasil kentang goreng yang tersisa hanya satu piring kecil membuat kami berdelapan berebut memakannya.

“Iya deh mulai mau bahas kentang goreng gue...” jawab Sivia manyun.

“Udah deh Vi gak usah pura-pura manyun gitu, buruan cerita apaan yang mau lo ceritain..” protes Agni

Sivia tersenyum lagi, dia tampak semangat membuat kami bertiga memajukan kursi untuk mendengar lebih jelas.

“Jadi gini...” Sivia memulai...

Kami bertiga menatapnya tajam...

“Aha!” ujar Sivia sambil memperlihatkan kelima jari ditangan kirinya secara terbalik.

“Via...” ucap Agni...

“Kak Gabriel...” ucapku

“Lo gak maen-maen kan?” tanya Shilla

“Asli ini Vi?” tanya Agni lagi sambil menarik tangan Sivia. Kami bertiga segera melihat emas putih cantik berkilauan di jari manisnya.

Sivia terkikik mendengar respon dari kami bertiga...

“Iya ini dari kak Gabriel. Iya ini asli dong!” jawabnya senang

“Jadi artinya lo sama kak Gabriel udah...” jawabku masih tak percaya.

Sivia mengangguk... masih memperhatikan cincinnya.

“Itulah yang bikin gue seneeeeeeeng banget!! Pokoknya gue sendiri juga masih gak percaya kalo gue bener-bener taken sama kak Iel!”

“Trus gimana ceritanya?” tanya Shilla histeris.

Sivia menceritakan dari awal sampai akhir, dia menceritakan dengan rona merah diwajahnya. Kami bertiga juga ikut malu-malu sendiri mendengar cerita Sivia. Sivia menceritakan bagaimana dia diajak makan malam istimewa oleh Gabriel dan tiba-tiba saja Gabriel belutut dihadapannya...

Sivia Azizah, will you marry me?” jelas Sivia mengulang kata-kata kekasihnya itu...

“Dari situ gue udah bawaan mau nangis aja gak percaya banget dan langsung gue jawab YES!” sambungnya.

“Aduh Vi romantis banget... selamat ya ya ampun gue gak nyangka deh...” respon Shilla

“Iya Vi, coba aja kalo inget dulu dia kan pengamen yang sempet bikin kita semua naik darah!” jawabku, membuat kami berempat tertawa.

“Jadi lo udah mau merit aja nih?” tanya Agni

“Yah belum lah gak secepet itu juga Ag, gue sama kak Iel udah ngomongin sih kedepannya gimana. Kita kan masih sama-sama kerja, lagian kan masih muda juga jadi gak buru-buru banget, nikmatin aja dulu. Tapi gue seneng karena gue tau keseriusan kak Iel. Karena sebelum ngelamar gue itu dia bilang dia udah ijin sama orang tua gue...” jelas Sivia panjang lebar.

“Beruntung banget sih Via...” jawabku gemas

“Tenang aja girls, kalian juga suatu saat pasti dilamar kok hahaha... ntar cerita-cerita ya ke gue..”

Aku tersenyum membayangkan apa yang akan dilakukan kak Rio ketika melamarku nanti. Kalo dibandingkan dengan kak Gabriel, kak Rio mah gak ada romantis-romantisnya. Inget aja dulu pas Sivia sama kak Iel jadian, Sivia dinyanyiin di restoran mewah sampe semua orang dibikin melting. Coba bandingin sama kak Rio yang nembak pake manjat pohon kayak tarzan....

“Dorr!!!!” aku terkejut oleh teriakan ketiga sahabatku ini.

“Cieeee... lo pasti mikirin kak Rio ya Fy...” tebak Agni

“Iya nih kayaknya lo berbunga-bunga banget!” sambung Shilla

“Ayo cerita Fy, lo gak bisa nolak untung gak cerita lagi...” paksa Sivia

Akhirnya kuceritakan kepada mereka tentang kesepakatanku dengan pacarku untuk membawa hubungan kami yang lebih serius, dimana kami berubah panggilan satu sama lain, blablabla...

“Wah tanda-tanda mau dilamar tuh lo!” ledek Sivia

“Ih apaan sih gak lah! Gak secepet itu juga kali Vi mentang-mentang lo udah dilamar...” jawabku malu

“Ya kan siapa tau, soalnya kita tuh tau banget lo sama kak Rio gimana pacarannya...” timpal Agni

“Gak romantis ya...” jawabku kecil.

Mereka bertiga menatapku tajam... Aku hanya bisa tersenyum...

“Eh Fy kok jadi nekuk gitu mukanya...” Shilla heran...

Aku menggeleng, “Gak papa kok Shill. Gue sih ngarep banget kalo emang kak Rio suatu hari nanti ngelamar gue tapi gak yakin bakal romantis kayak kak Gabriel ngelamar Sivia.”

“Ah walaupun gitu lo pasti klepek-klepek ujung-ujungnya nerima juga kan...” senggol Agni

Aku pun tertawa. “Lo juga pasti nerima kak Cakka kan Ag?” balasku.

“Wuah gue jadi baper deh pengen dilamar juga!” timpal Shilla.

“Udah ah mending ke kamar yuk daripada baper-baperan dimeja makan gak baek.” jawab Sivia.

“Dih mentang yang udah laku...” jawabku.

***

Sulit kupejamkan mata malam ini. Kuperhatikan Shilla, Agni, Sivia sudah tertidur pulas akibat banyaknya obrolan kami malam ini. Sivia terlihat tidur dengan senyuman, aku tahu pasti dia sedang memimpikan pangeran hatinya. Pasti seneng banget, pikirku. Aku terus-menerus mengkhayalkan kak Rio akan melamarku suatu saat. Kembali terlintas bagaimana seorang Rio yang sama sekali tidak romantis, tapi aku tau ketidak romantisan kak Riolah yang membuat dia menjadi Romantis.

Aku ingat sekali ketika aku marah padanya waktu itu, kami bertengkar hebat. Sampai akhirnya kami tidak bertegur sapa selama lebih dari 3 hari. Aku menolak setiap dia mengajak berbicara, dan pada suatu hari kutemukan surat dimeja kerjaku. 3 lembar kertas penuh bolak-balik tulisan tangan kak Rio yang berisi permintaan maafnya.

Itulah yang aku suka dari kak Rio, dia tidak pernah menyadari kalau dia sangatlah romantis.

Seketika aku teringat lagi kata-kata Sivia bahwa mungkin kak Rio akan segera melamarku dengan mengajak hubungan ini ke jenjang serius. Aku senyum-senyum sendiri sambil berdoa semoga itu benar...

***

Pagi hari ini aku kembali mengeluh setelah mengecek handphoneku, tak ada satupun notifikasi dari kak Rio. Tapi aku berusaha tegar, kucoba menelponnya untuk beberapa kali dan akhirnya terdengarlah suara yang kurindukan...

“Kak Rio kemana aja sih kok gak ngabarin-ngabarin...” protesku

“Hehehe kangen ya?” tanya kak Rio balik.

“Ih serius dikit kenapa!”

“Iya iya maaf sayang, kemaren bukannya gak mau ngabarin. Kan kamu lagi sama Sivia, Shilla, Agni, jadi sengaja aku biarin kamu ngabisin waktu sama mereka dulu. Kan dua hari kemaren kamu sama aku terus...” jelasnya

“Iya tapi kan seenggaknya bisa chat doang...” jawabku kesal..

“Maafin aku deh, janji gak bakal gitu lagi..” timpal kak Rio dengan nada manja.

“Iya iya dimaafin. Aku mau siap-siap berangkat dulu ya kak. Kamu istirahat dirumah, nanti sore aku kesana...” jawabku.

***

Pasienku sangat banyak hari ini, begitu juga Sivia dan Alvin. Kami sama-sama terlelah namun ya beginilah pekerjaan kami. Oh iya, kabar pertunangan Sivia dan Gabriel sudah menyebar. Sivia tampak senang sekali, dia selalu tersenyum dimana teman-teman serumah sakit memberikan selamat kepadanya.

Aku hanya memperhatikannya dari jauh. Perasaan iri mulai menghantuiku kembali...

“Buk dokter mikirin apa?” sahut seseorang dengan suara yang aku kenal sekali dibelakangku.

Mataku terbelalak melihat senyuman dan matanya. Tanpa berpikir panjang langsung kupeluk dia.

“Kak Rio!! Jahat! Kok gak bilang bakal masuk hari ini!” teriakku ditelinganya.

“Surprise!!” balas Rio yang juga berteriak ditelingaku.

“Kamu tuh emang ya...” timpalku.

“Maaf ya kemaren aku sengaja cuekin kamu buat surprise ini!”

Kutepis bahu pria yang telah membuatku gemas ini. “Jadi beneran udah sehat?”

Kak Rio mengangguk. “Iya dong kan udah kangen sama rumah sakit.”

Aku tersenyum dengan sedikit kecewa...

“Iya kangen kamu juga!” jawab kak Rio sambil mengelus-elus puncak kepalaku seakan ia bisa membaca pikiranku..

“Udah yuk makan, laper nih!” jawabku salah tingkah sambil berlalu.

***

“Rio mamen!!! Udah sembuh beneran lo! Welcome back!” seru Alvin.

Cakka, Gabriel, Shilla, Agni, Sivia sudah berkumpul di kantin.

“Loh kok kalian semua disini?!” tanyaku heran

“Iya dong kita kan udah tau kak Rio bakal balik!” jawab Agni cekikikan..

Kutepis kembali bahu kak Rio. Bisa-bisanya mereka tahu duluan daripada aku.

“Aw sakit neng!” protesnya manja.

“Ih kalian romantis deh!” seru Sivia

“Udah ah makan yuk gue yang bayar!” jawab kak Rio.

Suasana di kantin siang ini kembali ceria. Kak Rioku memang jago dalam membangkitkan suasana.

Kami berdelapan memang kompak kalau sudah bertemu apa saja dibahas.

“Oh iya selamat ya Sivia sama Iel, semoga sukses lancar sampe hari H...” kata kak Rio

“Thank bro! Gue doain semoga lo semua pada nyusul...” jawab Gabriel

“Iya tuh Ify udah ngarep!” timpal Shilla

“Lo juga kan Shill!” langsung kutendang kakinya sedikit dengan perasaan malu kusembunyikan wajahku. Aku tahu kak Rio pasti senang melihat wajahku yang memerah seperti ini.

***

Rio’s POV

Mataku terbelalak melihatkedua orang yang selama ini kutunggu kabarnya menatapku tajam diruang tamu ini. Mereka berdiri dihadapanku. Harapanku setelah pulang kerja adalah beristirahat dikamar dengan tenang mengingat banyaknya pasien setelah beberapa hari kepulanganku.

“Rio...”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar